Kisah Utak Atik Pemerintahan Belitung Di Era Jajahan Belanda

TANJUNGPANDAN: Pada tanggal 17 April 1817, Kerajaan Belanda resmi menjalankan roda pemeritahan di Belitung, yang ketika itu dipimpin seorang asisten Residen.

Dari Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Belitung tahun 1924-1950, terungkap bahwa saat memerintah di pulau Belitung, Belanda membentuk sebuah wilayah pemerintahan. Diawali dengan mengangkat Pangeran Syarif Muhammad sebagai kepala wilayah di Belitung. Pangeran ini diangkat Belanda dari seorang pangeran dari Palembang. Pengangkatan ini terjadi tahun 1821.

Setelah itu, tahun 1826, Panggeran Syarif Muhammad pun digantikan dengan pangeran Syarif Hasyim. Atas pengangkatan pangeran Syarif Hasyim ketika itu, Belitung pun dibagi menjadi enam Distrik. Yakni, Tanjungpandan dan Gantung/Lenggang yang berada langsung di bawah pemerintahan Depati, Distrik Badau, Distrik Sijuk, Distrik Buding , dan Distrik Belantu. Dan keempat distrik diatas diantaranya Badau, Sijuk, Buding dan Belantu berada di bawah pemerintahan masing-masing ngabehi.

Dalam perjalanan selanjutnya, 1852, konsesi diberikan dan Belitung dipisahkan dari Bangka dalam hal soal administrasi oleh Belanda. Berikutnya, tahun 1873, pangkat Depati dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda dan tugas-tugas lainnya dialihkan kepada KA Abdul Jalil.

Tahun 1890, pangkat Ngabehi dihapuskan pula dan digantikan dengan kepala distrik yang waktu itu terdapat lima distrik. Yakni, Tanjungpandan, Manggar, Buding, Dendang, dan Gantung.
Tahun 1927, pangkat kepala Distrik Belitung dihapuskan dan pulau Belitung dijadikan satu Distrik dengan Demang K. A Abdul Ajdis sebagai kepala pemerintahan. Ia dibantu oleh dua orang asisten Demang untuk Belitung Barat dan Belitung Timur.

Tahun 1935, Belitung dibagi menjadi dua bagian, yaitu Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur, masing-masing distrik dikepalai oleh Seorang Demang. Itulah kisah utak atik Belanda saat memerintah di pulau Belitung. *trawangnews.com