Liang Prasejarah dan Jejak Peradaban Manusia Post-Covid19

Peradaban

Perkembangan kognisi manusia dimulai saat manusia menemukan cara untuk “berdiam diri” dari perjalanan panjangnya saat masa berburu dan meramu. Lalu Neanderthal atau jenis manusia Homo lainnya menemukan api sebagai tanda awal kehidupan, mencoba memanifestasikan ide hingga gagasannya dalam bentuk usaha keberlangsungan hidup manusia yang lebih efisien.

Dalam sejarah peradaban manusia, berdiamnya manusia memberikan kesempatan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi, kekuatan-kekuatan itu muncul atas seleksi alam dalam diri manusia itu sendiri. Teori-teori evolusi sesuai atas pemikiran ini mengenai suatu kebudayaan yang menuju titik kulminasinya, namun jika disandingkan dengan pendapat Oswald Spengler mengenai suatu perubahan yang tidak dapat direncanakan, hal-hal yang telah berlalu akan kembali terjadi, sebuah pola atas rekontruksi fenomena dalam bentuk barunya.

Salah satunya adalah “berdiam dirinya” manusia yang diam di goa, liang, lembah-lembah dahulu membuat sebuah kesempatan, sebuah kemajuan pemikiran masif yang hasilnya bisa kita lihat sekarang. Lalu, apa hal yang sama mengenai ini? #dirumahaja menjadi sebuah potensi perkembangan paradigma manusia post-covid19 menyadari akan hal-hal kecil mengenai kehidupan dan menghargainya, hal yang terulang ini walau dengan kasus yang berbeda tetap mampu memberikan sebuah pelajaran dan perkembangan secara kognitif dan revitalisasi nilai-nilai kemanusiaan.

Selayaknya fenomena “berdiam diri” dengan sebuah alasan pandemi seperti sekarang, “Berdiam diri” dan memaksakan otak dengan batas-batas ruang menjadikan pemikiran manusia sangatlah berharga, dituntut oleh keadaan, kebugaran awal manusia ditentukan oleh pemikirannya, mengenai bagaimana manusia mampu untuk menemukan “titik bahagia” dalam masa bertahan hidup. Dibuktikan oleh catatan manusia atas penjelajahannya di dunia, mereka yang kuat adalah mereka yang dipaksa untuk berpikir, lalu kemenangan-kemenangan Survival of the fittest itu diraih oleh mereka yang mampu berpikir dan kemudian memanifestasikan pikirannya. Perkembangan kognisi manusia juga diimbangi dengan syarat-syarat filsafat, sebuah rasa keingintahuan dan mencari kebijaksanaan, dalam masa-masa sekarang ini, disaat manusia “berdiam diri” di rumah saat pandemi berbeda dengan kasus lama manusia dalam goa, teknologi informasi telah berkembang pesat pada era sekarang yang lalu menjadi sebuah sintesis dan integrasi bersama keingintahuan manusia itu sendiri, agar perkembangan sebuah peradaban akan terjadi secara kompleks. Jadikan “berdiam diri” #dirumahaja sebagai usaha pengembangan paradigma, yang nantinya akan menjadi catatan sejarah saat manusia-manusia post-modern mampu bertahan atas kecerdasan yang diwariskan dari pelatihan-pelatihan pikir dan keingintahuan manusia sekarang.

“Berdiam diri” di rumah bukanlah suatu hal yang tidak berharga atau membuang pengalaman yang indah, sebaliknya pengalaman hebat terjadi karena kehidupan berjalan tidak sesuai rencana dan manusia mampu melewatinya. Menyadari akan berharganya waktu-waktu sekarang, bahwa kesempatan yang ada tidak akan kembali terulang persis disituasi dan konsisi yang sama pula. Jadikan #dirumahaja sebagai cerita sejarah abad-abad selanjutnya, bahwa manusia abad 21 mampu melewatinya dengan baik dan mendapat manfaat yakni perkembangan kognisi hingga daya adaptasi manusia kedepannya.

*Penulis: Arry Aditsya Yoga*
[ Belitung Renaissance School ]