Hadapi NICA, Di Kampit Dibentuk Patroli Keamanan Kampung

KELAPA KAMPIT: Upaya menjaga keutuhan untuk mempertahankan kemerdekaan juga dilaksanakan di Kelapa Kampit,( Sekarang Belitung Timur) dalam menghadapi NICA (Pasukan Militer Belanda).
Terungkap dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Belitung tahun 1924-1950 menyebutkan bahwa Tokoh pergerakan kebangsaan kala itu membentuk patroli kampung untuk mengamati kegiatan-kegiatan NICA yang bermarkas di lokasi kantor Dinas Eksplorasi Timah di Kampit. Waktu itu, pimpinan pergerakan adalah M Saleh Sengal.
Pembentukan patroli kampung sejalan dengan informasi yang diperoleh dari pemuda setempat di Kelapa Kampit, bahwa akan digelar gerakan militer serempak di Belitung tanggal 26 Nopember 1945, dua bulan setelah kemerdekaan RI.

Untuk memperkuat kesiapan, pimpinan mengadakan kontak dengan polisi setempat untuk membentuk persenjataan. Upaya ini mendapat dukungan dari seorang Witarya, KNIL yang pro Repubik, namun syaratya senjata tujuh karabiju bersama pelurunya baru akan diserahka sebelum saat penyerbuan ke Markas NICA dilaksanakan.

Guna memperkuat kesiapannya. Para pimpinan mengkontak pusat gerakan militer di Tanjungpandan, Manggar, Sijuk. Namun, mengetahui situasi terakhir perkembangan langkah-langkah yang dilakukan, ternyata tanjungpandan tidak ada bantuan senjata serta perlengkapan tempur lainnya. Alhasil, pimpinan setempat kembali meminta ketegasan Witarya untuk bantun senjata yang akan diberikan. Dan akhirnya Witarya pun memberikan bantuannya guna melaksanakan gerakan militer di wilayah Kelapa Kampit.

Sayangnya, langkah penyerbuan yang akan dilakukan pemuda setempat hingga tokoh pergerakan kebangsaan dibawah pimpinan Saleh Sengat tidak dilaksanakan lantaran gerakan militer ini telah dilaksanakan lebih dahulu pada tanggal 25 Nopember 1945. Sedangkan kesepakatan para pejuang kemerdekaan, pemuda, adalah serangan serentak akan digelar pada tanggal 26 Nopember 1945.

Oleh karena ada penyerangan lebih awal ke markas NICA seperti yang terjadi di Tanjungpandan, Air Seru, Paal Satu dan Sijuk sudah tersebar ke seluruh markas NICA di Belitung sehingga membuat NICA (pasukan militer Belanda) mempersiapkan tentaranya untuk menangkal serangannya.

Untuk itu, para pejuang, pemuda dan tokoh kebangsaan akhirnya merubah siasat perjuangan dari gerakan fisik menjadi perjuangan melalui politik sebagai upaya untuk menghindari korban yang tewas saat pertempuran yang terjadi di beberapa tempat di Belitung ketika itu. *trawangnews.com