Kik Muis: Legenda Lapangan Hijau dari Pemain PS Poraya, Tak Pernah Pensiun dari Sepak Bola

Sepak bola ini butuh dukungan semua pihak. Dari pemerintah, pelatih, hingga masyarakat. Target kita ke depan, harus lahir pemain-pemain muda berbakat yang bisa mengharumkan nama daerah,” tuturnya penuh harap.

TANJUNGPANDAN – Di tengah riuhnya geliat sepak bola modern, nama Abdul Muis barangkali mulai redup di telinga generasi muda. Namun bagi pecinta bola sejati di Belitung, terutama mereka yang tumbuh di era 1980-an, “Kik Muis” adalah nama yang menggema di setiap sudut lapangan—sosok yang tangguh di lini belakang dan simbol kebanggaan PS Poraya, klub legendaris asal Desa Air Rayak.

Lahir dan besar di desa kecil yang penuh semangat olahraga, Kik Muis bukan sekadar pemain bertahan biasa. Ia adalah libero—penjaga terakhir sebelum kiper, yang tak hanya bertugas menghentikan serangan lawan, tapi juga mengatur ritme permainan dari lini belakang. Di masa jayanya bersama PS Poraya, ia adalah benteng kokoh (pertahanan), seorang pemimpin yang dihormati.

“Poraya itu bukan cuma klub, tapi keluarga. Kami main dengan hati, bukan hanya kaki,” ujar Kik Muis dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di Bills Cooffe, Jumat (13/6).

Didirikan bersama rekan-rekan seperjuangan seperti Arni, Yordan, dan Erwan, PS Poraya menjelma dari semangat komunitas menjadi kekuatan sepak bola lokal yang disegani. Dari menjuarai Divisi Utama Persibel hingga menggondol trofi Bupati Cup, Poraya mewarnai sejarah emas sepak bola Belitung.

Namun jauh sebelum Poraya berdiri, telah ada cikal bakalnya: PSA, sebuah klub dari era 1950-an yang menjadi fondasi perjalanan panjang sepak bola di Desa Air Raya. Kik Muis menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah dari masa transisi itu—dari PSA menuju PS Poraya, dari permainan kampung menjadi kompetisi antar-kecamatan, hingga akhirnya tampil di level kabupaten melalui Persibel, kebanggaan urang Belitong.

Kini di usianya yang menginjak 66 tahun, Kik Muis belum sepenuhnya meninggalkan lapangan hijau. Ia masih aktif bermain bersama grup sepak bola veteran “Jastra”, sembari menjalankan usahanya sebagai wiraswastawan. Semangatnya tak pernah luntur.

“Saya ini tidak bisa jauh dari bola. Kalau sudah lihat bola menggelinding, rasanya badan ikut bergerak sendiri,” ucapnya sembari tersenyum.

Bagi Kik Muis, sepak bola bukan hanya soal kemenangan, tetapi warisan yang harus diteruskan. Ia berharap ada regenerasi, ada bibit-bibit baru yang lahir dari tanah Belitung.

“Sepak bola ini butuh dukungan semua pihak. Dari pemerintah, pelatih, hingga masyarakat. Target kita ke depan, harus lahir pemain-pemain muda berbakat yang bisa mengharumkan nama daerah,” tuturnya penuh harap.

Kisah Kik Muis adalah kisah tentang dedikasi, tentang cinta yang tak pernah usang terhadap sepak bola. Ia adalah legenda yang tidak meminta dikenal, tapi jejaknya akan selalu diingat. Dari lapangan-lapangan kecil di Air Raya, hingga semangat besar yang ia tanamkan bagi masa depan sepak bola Belitung.*

News Feed