TANJUNGPANDAN: YTCI (Yayasan Tarsius Center Indonesia), akan luncurkan gerakan “Besame Bangun Kampong”, di berbagai wilayah pulau Belitong (Belitung dan Beltim), tahun 2020.
Rencananya, bentuk gerakan besame bangun Kampong, diungkapkan Ketua Yayasan TCI, Budi Setiawan, berupa pendampingan potensi desa, kampong, komunitas, secara lebih paripurna mulai dari proses maping potensi, penyusunan konsep pengelolaan baik dalam bentuk master plan dan bisnis plan, penguatan lembaga pengelola, hingga proses eksekusi terukur dan persiapaan tahapan exit strategi alias menuju kemandirian.
Output dari pendampingan ini kata Budi, bisa dalam bentuk destinasi wisata, inkubator ekonomi lokal, revitalisasi kampung seni budaya, pusat konservasi dan edukasi dan model alternatif penghidupan lainnya, sesuai dengan potensi dan analisa SWOT yang dilakukan.
Selama ini, lanjut Budi Setiawan, inisiatif dan upaya untuk mengolah potensi oleh desa sudah banyak yang bermunculan dan berjalan. Namun banyak juga yang mengalami kebingungan, patah ditengah jalan dan beberapa destinasi secara fisik sudah terbangun namun terkendala managemen pengelolaan ataupun koneksi pasar, sehingga kemudian investasi yang sudah ada menjadi tidak bergerak.
Hal ini sangat wajar terjadi, tambah Budi, karena dengan keterbatasan SDM yang ada tentunya tak mudah menerjemahkan pengelolaan secara ideal dan paripurna.
Disisi lain kata Budi, ada juga lembaga maupun individu yang ingin membantu gerakan di masyarakat. Mereka bahkan sudah bergerak sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Ini misalnya lanjut Budi, yang akan bergabung dalam gerakan ini ada Yayasan Pusat Study Seni Budaya Belitung, Belitung Biodiversity Observer foundatian, Forum Das Belitung, Dewan Kesenian Belitung dan juga Yayasan Tarsius Center Indonesia, yang secara mandiri masing masing sudah bergerak dan sudah mempunyai karya nyata.
Nah kalau inisiatif, pendampingan profesional ini disinergikan atau dikeroyok bersama pada satu lokus atau tempat, ungkap Budi, mudah mudahan hasilnya bisa maksimal, cepat dan berkelanjutan.
“Desa punya dana, sedangkan yang digarap potensi mentah, misalnya masih hutan, atau sungai. Nantinya, Bagaimana pengarapan seperti memetakan potensi, menyusun perencanaan, membuat master plan, penguatan kelembagaan, sampai dengan pasarnya. Nah, bila Mereka bergerak sendiri, dan hasilnya tidak sesuai diharapkan,” kata Budi.
Bila ada pendampingan, lanjut Budi, program besame bangun kampong ini diharapkan target yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan target pasar. “Misalnya, suatu desa dibangun berbagai cara, tapi tidak ada pengunjung. Berarti ada yang lemah, bisa saja pengelolaan tak sesuai, atau misalnya master plan dari awal tak sesuai,” kata Budi. * trawangnews.com