(Keduanya) sama² memiliki warna. Darah sudah pasti merah, terkecuali darah s iniosial yang biasa disebut dengan “darah biru” yang merujuk pada kebangsawanan seseorang. Sifat darah adalah kental. Kenapa?, Sebab makna filsofisnya terletak pada diri (eksistensi), misalnya : darah kebangsawanan seseorang begitu melekat pada diri dan keturunannya. Tetapi itu darah dalam makna sosial-kulturalnya.
Namun darah dalam makna kias yang lain—seringkali kita dengar dengan sebutan “darah” itu identik dengan semangat dan perjuangan. Contoh misalnya : pahlawan nasional selalu ditulis dengan darah dalam sejarahnya. Artinya ada kandungan makna mendalam bahwa darah—bersimbolkan jerih payah, semangat dan perjuangan itu sendiri. Bahkan dalam dunia milenial kita bisa mendengar tentang darah muda (itu juga pernah dilantunkan sang maestro dangdut H. Rhoma Irama).
Terus bagaimana dengan tinta?, Sifat tinta tentu tidak sekental darah. Tinta lebih cair dibandingkan darah. Makna filosfisnya tinta—selalu diartikan sebagai “wadah” pewarna maupun tulisan. Sejarah selalu ditulis dengan tinta. Para filsuf hingga beberapa presiden ternama seperti Roosevelt seringkali menulis dengan tinta dan pena yang ujungnya ada bulu. Tinta adalah instrument penting dalam gugusan sejarah.
Ingatan tidak cukup untuk merekam sekaligus mendokumentasikan sejarah—tentu membutuhkan tinta untuk menuliskannya.
Karena itu darah dan tinta memiliki perbedaan pada sifat, tetapi memiliki kesamaan pada esensi.
Ingatan dan tulisan sama² penting.
# CatatanRingan
Dari sejarah kita mengenal.












