TANJUNGPANDAN: Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIB Tanjungpandan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Bangka Belitung (Kanwil Kemenkumham Babel) didampingi Ka. KPLP, Kasi Binapi Giatja, Kasubsi Registrasi Bimkemas dan sejumlah Staf mengikuti secara virtual Sosialisasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 Tahun 2022 melalui Zoom Kamis (03/02/22).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), dihadiri langsung Oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Reynhard S.P. Silitonga, Direktur Pembinaan Narapidana Dan Latihan Kerja Produksi Thurman S. M. Hutapea, JFT Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Utama Junaedi dan diikuti oleh seluruh jajaran Pemasyarakatan se-Indonesia.
Diawali dengan sambutan Dirjenpas, Reynhard S.P. Silitonga mengatakan, “Permenkumham ini merupakan perubahan dari Permenkumham nomor 3 Tahun 2018 yang muatan substansinya berkaitan dengan syarat dan tata cara pemberian hak bersyarat. Permenkumham ini bersifat implementatif jadi bagi rekan-rekan jika menemukan masalah dalam implementasinya mari kita pecahkan masalah itu secara bersama-sama.” katanya.
Selanjutnya, Junaedi selaku narasumber menjelaskan bahwa berdasarkan pertimbangan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28 P/HUM/2021, ada beberapa poin penting yang menjadi pertimbangan yaitu Rezim pemenjaraan sudah ditinggalkan menuju kepada Rezim Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bukan hanya menjadi objek, melainkan juga sebagai subjek, filosofi pelaksanaan pidana berupa pembinaan, pemenuhan hak WBP diberikan tanpa terkecuali (equality before the law), pemenuhan hak WBP tidak bersifat diskriminatif, syarat tambahan pemenuhan hak dikonstruksikan sebagai reward, pemenuhan hak WBP merupakan otoritas penuh Ditjenpas, penilaian WBP dalam rangka pemenuhan hak WBP dimulai sejak yang bersangkutan menyandang status WBP.
Amar putusan MA Nomor 28/HUM/2021, mengabulkan permohonan para pemohon untuk Sebagian menyatakan, Pasal 34 A ayat (1), Pasal 34A ayat (3), Pasal 43 A ayat (1) huruf (a) dan Pasal 43 A ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mewajibkan kepada Termohon : Presiden RI untuk mencabut Pasal 34 A ayat (1) huruf (a), Pasal 34 A ayat (3), Pasal 43 A ayat (1) huruf (a) dan Pasal 43 A ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Berdasarkan kajian tersebut maka terbitlah Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 Perubahan atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018.
Syarat remisi untuk tindak pidana umum tidak ada perubahan namun syarat terkait tindak pidana pada PP 99 berlaku ketentuan : (Pasal 34 A ayat 1 PP 99), Justice Collabolator (surat keterangan bersedia bekerjasama untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya) tidak lagi dipersyaratkan namun tetap diwajibkan membayar lunas denda dan/atau uang pengganti bagi narapidana korupsi. Tetap diwajibkan mengucap ikrar dan telah menjalani program deradikalisasi bagi Narapidana Terorisme. Penilaian berdasarkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidan (SPPN) baik untuk pidana umum maupun pidana khusus.
Terkait remisi kemanusiaan (Pasal 29) Remisi atas dasar kepentingan kemanusiaan diberikan kepada narapidana yang dipidana dengan masa pidana paling lama 1 tahun, berusia di atas 70 tahun atau menderita sakit berkepanjangan. Besaran remisi diberikan sebesar Remisi Umum yang diperoleh pada tahun berjalan. Remisi hanya dapat diberikan untuk salah satu kategori tersebut. Remisi tambahan (Pasal 32) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberikan Remisi tambahan kepada Narapidana dan Anak dalam hal yang bersangkutan berbuat jasa pada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas/LPKA.
Remisi Tambahan (Pasal 35 A), Remisi tambahan juga dapat diberikan kepada narapidana yang menjadi saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum. Diberikan berdasarkan rekomendasi dari pimpinan Lembaga yang membidangi pelindungan saksi dan korban yang berlaku 1 kali selama menjalani masa pidana. Remisi tambahan ini diberikan 1 kali selama masa pidana sebesar setengah dari Remisi Umum pada tahun berjalan.
Pengusulan Remisi karena keterlambatan administrasi diatur di dalam Pasal 27 A ayat 1, 2, 3 dan 4, bagi narapidana dan anak yang telah memenuhi syarat dan belum pernah diberikan remisi dapat diberikan melalui mekanisme usulan susulan. Besaran Remisi Umum 1 bulan untuk narapidana yang telah menjalani masa pidana 6-12 bulan dan 2 bulan untuk narapidana yang telah menjalani masa pidana 12 bulan atau lebih. Besaran Remisi Khusus, 15 hari untuk narapidana yang telah menjalani masa pidana 6-12 bulan dan 1 bulan untuk narapidana yang telah menjalani masa pidana 12 bulan atau lebih.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan tanya jawab sampai pada berakhirnya sosialisasi.*