PERASA ATAU MERASA ____itu kodrati.

Sigmund Freud seorang psikolog analitys pernah bilang pada anatomi manusia selalu ada “rasa” membenci, dendam dan ketakutan. Freud melanjutkan kalimatnya ; manusia pada unsur utama adalah kasih sayang (rasa empaty), saling memberi, membantu dan menolong antar sesama manusia maupun hewan yang di sekitarnya.

____Hal kedua, ada yang disebut dengan “ego” dan “super ego”. Ini alamiah dan kodrati sebagai mahluk Tuhan begitu pula kasih sayang dan cinta. Tetapi pada ego ; cendrung merasa (merasa benar, merasa hebat, merasa berkuasa, merasa pintar, dan merasa segala²nya). Sifat merasa (sensitivical) adalah naluri, tapi “perasa” justru yang paling transendental pada tubuh dan jiwa manusia.

—–Perasa,
Adalah energi hati dan jiwa dalam filsafat sains di kenal dengan conscience (kecerdasan nurani). Disinilah sebagian (kita) tak menggunakan ini sebagai basis ber-manusia sesama manusia.

Kecendrungan merasa menurut literatur psikolog sangat berbahaya bagi pemilik “merasa” sebab berdampak pada gangguan psikologis bagi seseorang. Misalnya ; ketika seseorang melakukan aksi sosial dalam satu momentum bencana (ini misal aja), selalu di curigai sebagai pencitraan politik dan sejenisnya. Padahal bisa saja yang di lakukan oleh orang lain itu tulus.

Selanjutnya___merasa juga akan mengganggu psikologis-non fisik seperti penyakit termasuk “depresi neurotik” seperti ketakutan ikan di meja makan yang sewaktu² akan di santap kuncing—padahal kucing tak ada di sekitar itu. Ibarat mencurigai kucing yang tak suka ikan….jadi absurd.

Karena itu perasa merasa atau sebaliknya merasa perasa adalah dua hal psikologis yang ada pada diri manusia. Itu kodrati. Selanjutnya bagaimana memposisikan sikap itu___adalah hal yang penting.

Merasa di cintai tapi perasa itu tidak ada___itu kan menyakitkan bro. Maka letakkanlah posisi itu pada posisinya. Merasa lah sebagai manusia tapi jangan merasa sebagai Tuhan dengan mencurigai kebaikan.

#Salam Jumat.
Foto ; Hanya pemanis___