BANDUNG: Kini bertambah seorang lagi, “orang Belitong” jadi Guru Besar, setelah Rektor Universitas Pajajaran Prof. Dr. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, M.M., M.Kes., Ph.D, Selasa, 19 Agustus 2025, mengukuhkan delapan Guru Besar baru pada sejumlah fakultas di Universitas Pajajaran Bandung.
Salah seorangnya, Prof DR Maret Prianta SH MH, sebagai Guru Besar Fakultas Hukum di UNPAD. Prof Maret, putra Almarhum salah seorang pejuang pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan mantan pejabat Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung,Drs Asmawie Asmad BE, yang juga tokoh masyarakat, kelahiran Kelapa Kampit Belitung Timur.
Prof Maret Prianta, kelahiran Bandung,44 tahun yang memang mengawali pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Unpad. Terakhir Prof Maret menjabat sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum Unpad. Kendati kelahiran Bandung, namun Prof Maret Prianta, tetap menempatkan dirinya sebagai “ orang Belitong”
Menyorot Ketidakadilan lingkungan
Dalam pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Pajaharan Bandung, Prof Dr Maret Prianta SH MH menyorot tajam kondisi tata ruang dan lingkungan yang tidak berkeadilan.

Kata Profesor berusia 44 tahun berdarah Kelapa Kampit, Belitung Timur, Bangka Belitung ini, kawasan pedesaan kini dihadapkan pada tantangan ketidakjelasan status lahan.
Kesulitan dalam penetapan lokasi untuk lahan pangan berkelanjutan untuk ketahanan pangan, lanjutnya, dan adanta alih fungsi dan peruntukan lahan pertanian, kawasan hutan serta perlindungan masyarakat hukum adat dalam pemanfaatan lahan, lanjutnya sebagai akibat konflik antara kegiatan pertambangan, kehutanan dan perkebunan dalam kawasan hutan.
“!Tantangan dan dinamika konflik pada ruang darat direspon dengan menggeser konflik pemanfaatan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui kegiatan reklamasi, pertambangan pada pulau-pulau kecil yang berdampak pada menurunnya daya tampung dan daya dukung ekosistem pesisir dan mengganggu ruang penghidupan masyarakat pesisir,” tandasnya lagi.
Pembangunan merupakan salah satu upaya sekaligus tanggung jawab yang dilakukan negara-negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, hendaknya, kegiatan pembangunan dilakukan melalui pemanfaatan dan optimasi berbagai potensi sumberdaya yang dikuasai dan dimiliki oleh negara.
Negara Indonesia saat ini dan kedepan disebut Prof Maret Prianta , kini mengalami berbagai tantangan dalam mewujudkan penataan ruang nasional yang berkeadilan. Visi dalam menata ulang (redevelopment) kawasan perkotaan, melindungi kawasan perdesaan, melindungi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dihadapkan pada dinamika sosial dan konflik penguasaan atas tanah dan ruang.
Penataan ulang (redevelopment, ungkapnya lagi, khususnta kawasan perkotaan dihadapkan pada sulitnya penyediaan tanah dan lahan untuk kepentingan umum dan membangun fasilitas infrastruktur publik yang layak termasuk penyediaan ruang terbuka hijau sebagai pengendali iklim lokal.
Lantaran itu, katanya, Hukum Tata Ruang yang dikembangkan berdasarkan Mahzab UNPAD, buah pemikiran Professor Mochtar Kusumaatmadja melalui Teori Hukum Pembangunan, pada prinsipnya mengarahkan peran instrument hukum dalam sebagai sebuah kebijaksanaan (wisdom) negara dalam memberikan ketertiban, kepastian hukum, mendorong kemanfaatan dan keadilan dalam penataan ruang. Hukum tata ruang menjadi bidang ilmu hukum yang mengawal implementasi pembangunan menjadi lebih terarah, terencana, tertib dan teratur.*












