Setiap orang punya ingatan atau memori yang tak terlupakan dalam hidupnya. Memori setiap orang berbeda-beda. Memorinya bisa datang dari orang tua, guru, pacar, kawan dan lain-lain.
Aku sendiri mempunyai memori dari seorang guruku ketika SMA di pulau Belitung pada awal 1980-an.
Pada suatu hari, guruku bernama Mochtar Aziz, BA bercerita di depan kelas kami.
“Suatu hari kelak, kalian akan menjadi orang tua dan mempunyai anak” katanya serius.
“Mendidik anak mesti tegas, sudah bilang ya, harus tetap ya”
“Sudah bilang, tidak, harus tetap tidak, sampai kapan pun tetap tidak !” sambungnya lagi.
Beliau lalu memberi contoh. Jika saat akan pergi ke pasar. Di Belitung, kota dibilang pasar. Anak mau ikut, jika kita sudah bilang tidak, tetap jangan diajak. Meskipun ia berguling-guling di tanah. Di Belitung depan rumah adalah tanah, bukan lantai semen.
Sebaliknya, jika kita bilang akan membeli permen untuknya saat pulang. Maka bagaimana pun, kita harus membeli permen itu. Jika tidak ada, cari sampai ada permen itu.
Inilah cara aku terapkan pada anak-anak setelah aku punya keluarga kemudian.
Sekitar 40 tahun kemudian, kebetulan anakku menjadi seorang Psikolog.
Aku bertanya padanya:
“Cen-Cen, apakah benar mendidik anak, jika kita bilang ya, harus tetap ya. Sebaliknya, sudah bilang tidak, harus tetap tidak?”
“Betul pa… cara itu betul” jawabnya di dalam mobil saat berhenti di lampu merah.
“Sampai usia berapa mendidik anak dengan cara begini?” lanjutku lagi.
“Sepanjang hayat pa…” jawabnya.
Demikian sedikit tulisanku ini. Saat minum kopi pagi. Semoga bermanfaat.
Jakarta, 28 Agustus 2020
Kurnianto Purnama, SH,MH.