TANJUNGPANDAN – Upaya Forum Komunikasi Keluarga Besar Mantan Karyawan Timah (FKKBMKT) untuk menemui manajemen PT Timah belum membuahkan hasil. Pasalnya, tujuh hari sejak Komisi VI DPR RI mengeluarkan rekomendasi resmi, belum ada langkah konkret dari perusahaan pelat merah tersebut untuk menindaklanjutinya.
Ketua FKKBMKT, Sofyan Ismail, didampingi Sekretaris Darmangunja, menyebut hingga dua minggu setelah keluarnya rekomendasi dari Komisi VI DPR RI, PT Timah belum juga menunjukkan itikad untuk membuka dialog.
“Kami sudah kirimkan surat berdasarkan rekomendasi Komisi VI agar PT Timah menindaklanjutinya. Namun sudah lebih dari tujuh hari, bahkan kini dua minggu, belum juga ada respons,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).
Menurut Sofyan, rekomendasi DPR RI tersebut merupakan hasil dari pertemuan FKKBMKT dengan Komisi VI DPR RI pada 21 September 2025. Dalam pertemuan itu, Komisi VI meminta agar PT Timah segera membuka dialog dengan FKKBMKT untuk mencari solusi atas permasalahan yang telah berlarut selama bertahun-tahun.
“Sebenarnya, sejak 5 Desember 2024 Komisi VI DPR RI sudah mengundang kami untuk mendengarkan aspirasi. Tapi hingga 5 Mei 2025, tidak ada tindak lanjut dari PT Timah.
Karena itu, kami kembali bersurat pada 28 Juli 2025 untuk mempertanyakan hal ini, hingga akhirnya pertemuan baru bisa terlaksana pada 22 September 2025,” jelasnya.
DPR RI Rekomendasikan Pembentukan Tim Tripartit
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini merekomendasikan pembentukan Tim Tripartit yang terdiri dari perwakilan PT Timah, Kementerian BUMN, dan FKKBMKT. Tim ini diharapkan dapat mencari solusi final terhadap persoalan yang sudah berlangsung selama 18 tahun.
“Masalah ini sudah terlalu lama. Kami berharap PT Timah tidak lagi menunda penyelesaian. Ini menyangkut hak pesangon para mantan karyawan yang harus segera dipenuhi,” tegas Sofyan.
FKKBMKT menuntut pembayaran pesangon sebesar Rp35 miliar bagi 17.248 mantan karyawan PT Timah yang terdampak restrukturisasi perusahaan pada periode 1990–1995.
Pembayaran tersebut, kata Sofyan, sebenarnya sudah disetujui melalui Anggaran Belanja Perubahan (ABP) Tahun 2007, namun hingga kini tak kunjung direalisasikan.
“Sudah hampir dua dekade kami menunggu. Banyak di antara kami yang telah meninggal dunia tanpa sempat menerima haknya,” tambahnya dengan nada kecewa.
PT Timah Belum Beri Tanggapan Resmi
Hingga berita ini diturunkan, Direktur Utama PT Timah maupun Kepala Humas perusahaan belum dikonfirmasi untuk memberikan klarifikasi. Tidak ada pernyataan resmi terkait tudingan bahwa PT Timah telah mengabaikan rekomendasi DPR RI maupun Komnas HAM.
Namun, dalam pertemuan dengan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga untuk mempertanyakan kejelasan dana sebesar Rp35 miliar yang dianggarkan untuk pesangon 17.243 mantan karyawan PT Timah atau disingkat MKT yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada era 1990-an.
Pertanyaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara DPD RI dan Forum Komunikasi Keluarga Besar Mantan Karyawan Timah (FKKBMKT) yang digelar di Ruang Majapahit, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin siang (7/7).
Menanggapi hal ini, Kepala Divisi Hukum PT Timah, Wayan Riana, menyatakan bahwa perusahaan berpegang pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang memenangkan PT Timah dalam gugatan hukum oleh para mantan karyawan.
“Saya baru bertugas di PT Timah dan telah mempelajari kasus ini. Posisi kami jelas, kami mengikuti keputusan kasasi MA yang memenangkan PT Timah,” ucap Wayan menjawab pertanyaan Ketua Badan Akuntabilitas Publik, Abdul Hakim.
Tentu saja, Jika terjadi dugaan pengabaian terhadap rekomendasi DPR RI ini, hal tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi hubungan antara BUMN dan lembaga legislatif.
Pemerintah, khususnya Menteri BUMN dan Presiden RI, diharapkan segera turun tangan untuk memastikan adanya pertanggungjawaban moral, hukum, dan sosial dari PT Timah atas persoalan yang kian berlarut ini.*