TANJUNGPANDAN: Aroma kopi hitam dan goreng singkong alias guring menggale menyambut para tamu yang hadir di Kedai Pak Itam, Pangkal Lalang, Tanjungpandan, Rabu malam 23 Juli 2025.
Namun bukan sekadar suguhan lidah yang jadi magnet malam itu, melainkan diskusi budaya bertajuk Ure-Ure: Mengangkat Nilai Budaya dan Kemajuan Belitong” yang memantik semangat dan kesadaran akan akar budaya lokal.
Acara podcast atau bincang santai yang digelar ini menghadirkan Senator Babel Ir. H. Darmansyah Husein yang juga Anggota DPD RI asal Bangka Belitung, sebagai pembicara utama. Diskusi dipandu dengan apik oleh Raufa Sayyidah ‘Adila, mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka sekaligus pegiat budaya muda yang kini mulai dikenal di kancah lokal.
Turut meramaikan diskusi adalah tiga narasumber yang dikenal sebagai penjaga nilai-nilai budaya Belitung, Achmad Hamzah, Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung, Fithrorozi, pemerhati budaya yang akrab dipanggil “Presiden Kelekak” dan Husni Maryosa, pencipta lagu dan seniman musik.
Mereka sepakat bahwa ure-ure—petuah turun-temurun yang diwariskan para leluhur—adalah bagian dari salah satu elemen penting dalam membentuk karakter masyarakat Belitung.
“Ure-ure itu bukan cuma kata-kata orang tua dulu. Ia adalah filosofi hidup, pegangan moral, dan sumber identitas yang harus kita rawat,” tegas Achmad Hamzah, Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung di tengah antusias peserta diskusi.
Ure-Ure: Warisan Luhur yang Terlupakan
Ure-ure, merupakan bentuk budaya tutur yang sarat makna. Ia hidup dalam percakapan sehari-hari masyarakat tempo dulu, berisi suatu nasehat. Sayangnya, di era digital ini, sudah jarang terdengar dan mulai hilang dari keseharian anak muda Belitung.
Fithrorozi mengungkapkan bahwa revitalisasi ure-ure harus dimulai dari pemahaman generasi muda terhadap pentingnya warisan lokal. “Jika tidak kita kenalkan kembali sekarang, maka kita sedang menyaksikan satu budaya hilang dalam diam,” katanya penuh semangat.
Adapun Diskusi ini merupakan bagian dari seri podcast bertajuk ‘Kelakar’, yang kini telah memasuki episode keempat. Istanty Safitrie yang merupakan owner kedai Pak Itam dan juga selaku penanggung jawab acara, menjelaskan bahwa Kelakar bertujuan untuk membuka ruang edukasi budaya bagi generasi muda Belitung yang selama ini kurang memahami akar sejarah dan identitas lokal.
“Kami ingin para pemuda tahu bahwa Belitung punya sejarah panjang dan nilai-nilai luhur yang patut dikenal dan dibanggakan,” ujarnya.
Bukan yang Terakhir
Senator Darmansyah Husein menekankan bahwa diskusi budaya seperti ini tidak boleh berhenti di sini. Ia mendorong agar dibuat seri lanjutan yang mengupas subtema budaya secara lebih mendalam—baik dari sisi bahasa, adat, hingga nilai literasi dan pemerintahan berbasis kearifan lokal.
Acara yang berlangsung hangat itu ditutup dengan seruputan kopi Belitong dan diskusi ringan antar peserta yang berharap ure-ure bisa segera diintegrasikan ke dalam kebijakan kebudayaan dan pendidikan di Belitung.
“Inilah saatnya kita kembali pada akar, menjadikannya fondasi untuk melompat lebih tinggi,” pungkas salah satu peserta. *











