JAKARTA: Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mempertanyakan kejelasan dana sebesar Rp35 miliar yang dianggarkan untuk pesangon 17.243 mantan karyawan PT Timah atau disingkat MKT yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada era 1990-an. Pertanyaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara DPD RI dan Forum Komunikasi Keluarga Besar Mantan Karyawan Timah (FKKBMKT) yang digelar di Ruang Majapahit, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin siang (7/7).
Koordinator FKKBMKT, Suryadi Saman, mengungkapkan bahwa dana tersebut sebenarnya telah disetujui oleh pemerintah dan DPR sejak tahun 2007 melalui APBN Perubahan (APBN-P). Saat itu, almarhum Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwawea mengusulkan anggaran Rp135 miliar untuk pembayaran pesangon kepada lebih dari 17 ribu mantan karyawan timah.
“Dana itu sudah dianggarkan sejak 2007 dan telah dialokasikan oleh Menteri Keuangan ke Kementerian Negara BUMN. Namun hingga hari ini, uang tersebut tak pernah dibayarkan,” ujar Suryadi, yang hadir bersama lima mantan karyawan lainnya.
Pernyataan itu langsung mendapat respons serius dari anggota DPD RI asal Bangka Belitung, Dinda Rembulan. Ia mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kasus yang telah berlangsung puluhan tahun ini.
“Kasus ini sudah ada sejak saya belum lahir, dan sampai kini saat saya duduk di DPD, masalahnya belum juga selesai. PT Timah harus ikut bertanggung jawab agar masalah ini tidak menjadi warisan beban di masa depan,” kata Dinda.
Ia juga menyoroti citra positif PT Timah yang selama ini dibangun melalui berbagai kegiatan CSR, dan menyayangkan bila kasus ini merusak reputasi tersebut di mata masyarakat Bangka Belitung.
Menanggapi hal ini, Kepala Divisi Hukum PT Timah, Wayan Riana, menyatakan bahwa perusahaan berpegang pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang memenangkan PT Timah dalam gugatan hukum oleh para mantan karyawan.
“Saya baru bertugas di PT Timah dan telah mempelajari kasus ini. Posisi kami jelas, kami mengikuti keputusan kasasi MA yang memenangkan PT Timah,” ucap Wayan menjawab pertanyaan Ketua BAP, Abdul Hakim.
Namun, anggota DPD lainnya, Pendrat Siagian, menekankan pentingnya pendekatan hukum yang lebih inklusif dan humanis dalam menyelesaikan kasus ini.
“Jangan hanya dilihat dari sisi legal formal. Kita harus cari celah hukum lain agar hak para mantan karyawan ini bisa dipenuhi. Negara tidak boleh memperlakukan mereka sebagai korban yang diabaikan,” tegas Pendrat.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bangka Belitung, Hellyana, yang turut hadir dalam rapat, mengusulkan agar dilakukan audit sosial dan audit CSR PT Timah secara menyeluruh oleh lembaga independen. Ia juga mendorong adanya revisi kebijakan jaminan sosial nasional untuk mengakomodasi korban PHK historis, terutama dari BUMN strategis seperti PT Timah.
“Saya mengapresiasi DPD RI atas perhatian mereka terhadap aspirasi warga Babel, khususnya mantan karyawan timah. Terima kasih khusus juga saya sampaikan kepada adik saya, Dinda Rembulan, yang telah memperjuangkan masalah ini di Senayan,” ujar Hellyana.
Rapat ditutup dengan keputusan untuk memanggil pihak-pihak terkait lainnya guna menelusuri lebih lanjut alasan tidak dibayarkannya dana pesangon yang telah dianggarkan hampir dua dekade lalu.*












