BELITUNG – Tidak banyak tokoh yang mampu merajut karier birokrasi, perjuangan politik, kiprah sosial, pelestarian budaya, kearifan lokal hingga pelestari lingkungan hidup yang secara sekaligus dalam satu perjalanan hidup.
Namun, Drs. H Abdul Hadi Adjin, putra kelahiran Manggar, 30 April 1950, layak dikenang sebagai salah satunya.
Lulusan Administrasi Negara, Universitas Padjajaran Bandung tahun 1979 ini, sejak awal telah mendedikasikan diri bagi pembangunan daerah melalui birokrasi, organisasi hingga pengabdian sosial dan budaya. Pengalaman dari berbagai bidang pendidikan, organisasi, serta pelatihan strategis memperkuat kiprahnya.
Karier Abdul Haji Adjin dimulai dari karyawan UPTBEL PT. Timah pada 1980, lalu menjabat Ketua Bappeda Belitung hingga dipercaya sebagai Sekretaris Daerah Belitung Timur (2003–2004). Ia kemudian menapaki jabatan di tingkat provinsi, antara lain Kepala Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kepulauan Bangka Belitung (2004–2005) serta Sekda Bangka Tengah (2008–2009).
Sosok Hadi Adjin tercatat sebagai salah satu tokoh penting dalam perjalanan lahirnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten Belitung Timur. Pada Februari 2001, ia menjadi pembicara dalam Seminar Kajian Akademis di Manggar yang membahas kelayakan pembentukan Kabupaten Belitung Timur.
Tak hanya itu, ia juga memimpin penyelamatan aset Lapangan Bola Kelurahan Paal Satu sehingga berhasil dikembalikan menjadi milik publik. Saat menjabat Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung, Hadi Adjin menginisiasi penyusunan buku adat, seperti Adat Perkawinan Belitong dan Makan Bedulang, serta ikut menulis buku sejarah perjuangan rakyat Belitung melawan penjajah Belanda (1942–1950).
Di bidang lingkungan, ia aktif mengoordinasikan masyarakat untuk mencegah aktivitas tambang ilegal yang mengancam kawasan wisata Pantai Utara Sijuk. Dalam aksi sosial, melalui Forum Keadilan Rakyat Belitung, ia ikut mengadvokasi konflik lahan sawit di Kecamatan Membalong.
Pada 2023, perjuangannya kembali nyata dengan mendorong lahirnya SK Bupati Belitung tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Desa Kembiri dan Simpang Rusa.
Jejak pengabdian Dokterandes haji Abdul Haji Adjin tak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di forum nasional hingga internasional. Pada 2022, ia menjadi pembicara dalam penyusunan naskah akademik RUU terkait Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Kabupaten Belitung di hadapan Badan Keahlian DPR RI.
Sebelumnya, pada 2021, ia tampil sebagai narasumber dalam Webinar Invetion Internasional UNESCO Global Geopark di Indonesia dan Malaysia. Ia juga menjadi pembicara pada diskusi peringatan 78 tahun Muktamar Rakyat Belitong di Simpang Tiga.
Selain itu, Hadi Adjin terlibat dalam penyusunan buku sejarah pembentukan Kabupaten Belitung Timur (2025) bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, serta sosialisasi nilai perjuangan tokoh Muktamar Rakyat Belitung 1947 yang digelar Dinas Kominfo Beltim (2025).
Di sisi lain, ia juga aktif sebagai anggota Tim Peneliti pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk H. Achmad Sanusi Hanandjuddin (2021–2025), serta menjadi narasumber tetap dalam Kelompok Diskusi 17 Kabupaten Belitung yang membahas isu pembangunan daerah.
Ia pun diminta sebagai salah satu narasumber dalam Penyusunan Buku Sejarah Pembentukan Kabupaten Belitung Timur karena kiprahnya Mulai awal sampai Peresmian Kabupaten Belitung Timur dan Sekda Pertama Kabupaten Belitung Timur.
Memasuki usia matang, Drs. H. Abdul Haji Adjin tak lagi mengejar jabatan, namun tetap aktif mengabdi melalui berbagai organisasi kemasyarakatan. Ia tercatat sebagai Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Kabupaten Belitung, Dewan Penasehat PMI, serta Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Meski tidak lagi berada di lingkaran birokrasi, semangatnya tetap menyala. “Kalau lahir dari niat tulus untuk masyarakat, setiap langkah akan meninggalkan jejak kebaikan bagi generasi berikutnya,” ujarnya penuh keyakinan.
Dari birokrat, pejuang pemekaran, pengawal hukum, hingga penjaga budaya, perjalanan panjang Abdul Haji Adjin menjadi bukti bahwa pengabdian tanpa batas adalah warisan berharga bagi generasi mendatang.*











