MANGGAR – Dinas Pertanian dan Pangan (Distangan) Kabupaten Belitung Timur menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan Dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Acara ini berlangsung di Auditorium Zahari MZ pada Jumat (15/11/2024), sebagai tahapan keempat dalam proses penyusunan RAD yang diharapkan menjadi pedoman pengelolaan sawit berkelanjutan di Beltim.
FGD ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perusahaan sawit, koperasi, petani, pekerja sawit, LSM lingkungan, dan instansi terkait. Kepala Distangan Kabupaten Beltim, Heryanto, menyampaikan bahwa forum ini bertujuan untuk menyerap masukan dan perbaikan dari para stakeholder.
“Di sini kami membahas isu-isu strategis kelapa sawit, seperti penguatan data, infrastruktur, peningkatan kapasitas pekebun, hingga pengelolaan lingkungan. Semua masukan akan dimasukkan ke dalam dokumen RAD,” ujar Heryanto.
Dalam pembahasan, ditemukan satu program yang belum sepenuhnya selaras dengan Rencana Aksi Nasional (RAN). Masalah nomenklatur pendataan disebut menjadi kendala. “Kami menganggap pendataan ini bagian dari Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) Sawit, sehingga perlu diselaraskan lagi,” jelasnya.
Kelapa Sawit: Pilar Ekonomi Beltim
Penjabat Sementara Bupati Belitung Timur, Asmawa Tosepu, menegaskan pentingnya kelapa sawit sebagai komoditas unggulan yang menopang ekonomi daerah. Ketika sektor tambang mengalami kelesuan, perkebunan sawit tetap menjadi penyangga perputaran ekonomi.
“Sub sektor perkebunan menyumbang sekitar 25 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Beltim. Dari itu, 90 persen kontribusi berasal dari kelapa sawit,” jelas Asmawa.
Dengan luas perkebunan mencapai 62.043 hektare—hampir 25 persen dari wilayah Kabupaten Beltim—sawit juga menyediakan ribuan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal.
Asmawa berharap dokumen RAD ini dapat menjadi acuan dalam peningkatan kualitas perkebunan sawit di Beltim. “Sinergi antar instansi dan pihak terkait sangat diperlukan untuk menghasilkan dokumen yang implementatif,” tambahnya.
FGD ini menjadi langkah penting dalam memastikan kelapa sawit tidak hanya menggerakkan ekonomi daerah tetapi juga dikelola secara berkelanjutan, sejalan dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan dan pemberdayaan petani lokal.*