PILPRES DATANG, HATI GAMANG

SEBAGAI warga negara Indonesia, saya sangat menyadari bahwa Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara usia muda. Yang terbentuk pada 17 Agustus 1945. Ibarat seorang anak balita.

Sebagai negara yang baru mulai merangkak, yang semula ratusan tahun dijajah Belanda kemudian oleh Jepang. Kini RI berusia 78 tahun. Muda, bila dibanding Mesir berusia 8.000 tahun, India 5.300 tahun dan Tiongkok sejak Dinasti Xia 4.000 tahun.

Awalnya, Nusantara kita dipimpin oleh sultan-sultan dan raja-raja, kemudian Belanda datang, lalu menjadi porak poranda. Setelah merdeka, kita memilih Negara bentuk Republik. Yang kemudian presidennya dipilih langsung oleh rakyat ala demokrasi barat.

Bila dibanding negara kerajaan, negara demokrasi jauh lebih muda. Demokrasi baru diterapkan untuk politik negara dalam 300 tahun belakangan ini. Untuk menggantikan sistem monarki. Apakah negara demokrasi bisa bertahan lama seperti Kerajaan Sriwijaya yang bertahan 300 tahun? Atau Kerajaan Majapahit yang bisa bertahan 300 tahun juga. Belum ada yang tahu?

Suatu sistem pemerintahan, baik sistem kerajaan maupun sistem demokrasi yang presidennya dipilih langsung oleh rakyat, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Kelemahan sistem kerajaan, tidak memberikan hak kepada orang yang tidak mempunyai hubungan darah dengan raja untuk menjadi raja. Namun rakyat biasa bisa menjadi pejabat untuk membantu raja. Dimana-mana raja selalu wibawa, karena tak dihujat. Mengapa tak dihujat? karena tidak perlu bersaing dalam pemilihan.

Sementara kelemahan negara demokrasi, rakyat saling hujat, apalagi mendekati pemilihan presiden. Sehingga tak ada pemimpin yang berwibawa dan pemimpin yang pemersatu rakyatnya. Ketika terjadi pergolakan, tak ada figur yang jadi panutan. Apalagi jaman modern kini, banyak orang cenderung pragmatis. Bisa terjadi. Dikasih uang dipilih, tak dikasih uang, tak dipilih.

Nah, kini saya kembali ke Pemilihan Umum atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seandainya ada sedikit waktu keterlambatan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, bisa mengakibatkan terlambat dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang, maka dengan sendirinya, terjadi kekosongan pemimpin negara.

Salah satu contoh yang hampir terjadi penundaan pemilu adalah putusan penundaan pemilu oleh Pengadilan Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Bila putusannya dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Apa yang akan terjadi?

Negara akan mengalami krisis politik, yang bisa meluas kemana-mana. Sebab jabatan Presiden, Wapres, DPR, DPD dan MPR akan kosong, akibat tertundanya pemilu.

Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan ”Tidak ada satu lembaga yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967,”. Maka tidak ada lembaga yang berwenang memperpanjang jabatan Presiden dan Wapres berdasarkan UUD 1945 setelah Amandemen.

Setiap kali pemilihan presiden dan wakil presiden menjelang, perasaan hati saya gamang atau khawatir. Sebab banyak hal yang bisa menyebabkan tertundanya pemilu. Oleh sebab itu, sebaiknya MPR RI menyempurnakan UUD 1945 dengan memberikan wewenang ke MPR untuk memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, bila terjadi penundaan pemilu.

Demikian sedikit tulisan saya, semoga bermanfaat.

Jakarta, 10 Mei 2023
Kurnianto Purnama, SH,MH.
[email protected]