Mungkin setidaknya kita pernah mendengar kata “gulat” atau seperti “sumo” sebagaimana bangsa Jepang melakukannya. Tetapi.makna gulat dalam perspektif ilmu pengetahuan lebih disematkan pada terjadinya dialektika antara pikiran yang satu dengan yang lainnya. Gagasan George Ritzer dalam buku ini mencoba menghadirkan sebuah situasi dialektika pemikiran psikologi, filsafat dan sosiologi. Dalam pohon ilmu pengetahuan ketiganya dilahirkan dari rahim filsafat ilmu pengetahuan dan memiliki hubungan yang sama pentingnya.
Namun menariknya, pergulatan pemikiran ini berawal dari dominasi filsafat dan psikologi terhadap sosiologi. Aguste Comte dan Herbert Spencer sebagai pengampuh dari.pikiran sains psikologi dan filsafat, sementara Emile Durkheim dipihak yang memihak kepada sosiologi. Keberanian Durkheim terlihat dari karyanya yang berjudul “The Rules Of Sosiological Method (1895)” Durkheim menganggap bahwa kelahiran sosiologi adalah.ingin melepaskan dari pengaruh filsafat dan psikologi. Comte dan Spencer lebih melihat pada sudut filosofisnya ketimbang sudut sosiologisnya.
Tesis perdebatan itu sedungguhnya terlihat bagaimana Durkheim.melihat fakta sosial bukan sebagai upaya spekulatif tetapi lebih empiris, ketimbang kedua tokoh sebelumnya yang berfikir bahwa fakta sosial hanya mampu dihasilkan dari teori spekulatif. Bantahan² demikian terus berkembang hingga memasuki fase sekolah Frankfurt sebagai basis teori.kritis dan mazhab Birmingham yang mulai mengembangkan studi kamanusiaan.
Dan ini hanya sepenggal pergulatan pemikiran yang berasal dari konsep memahami paradigma fakta sosial, belum sampai kepada paradigma dan pergeserannya menurut Thomas Kuhn. Tetapi bahwa pengetahuan setidaknya membutuhkan pencarian mendalam terhadap makna² dan sejarah pergulatan pemikiran. Dan sejarah pengetahuan barat kepopuleran ketiga tokoh tersebut (Durkheim, Comte, dan Spencer) menjadi alas pemikiran dari sosiologi modern, filsafat dan psikologi.
Tetapi jauh sebelum itu Ibnu Khaldun sejarahwan muslim dari Tunisia yang dianggap sebagai pendiri ilmu Historiografi, sosiologi dan ekonomi telah menulis karya yang terkenal dengan “Muqaddimah” yang menjadi rujukan dari pikiran² para filsuf dan cendikiawan sesudahnya. Termasuk Emile Durlheim mengakui itu. Sehingga dialektis dalam pengetahuan sesungguhnya mempertemukan “kemungkinan” kebenaran sebagai sumber kekuatan manusia.
Maka, jadilah manusia “insan aqli” yang menghamba pada kebenaran, bukan menghamba pada kekuasaan.
#EpilogKRITIS
#CatatanKeIV
penulis, *saifuddin al mughniy*