BADAU: Dusun Tanjung Tikar Tiris, Desa Sungai Samak, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung kembali menjadi saksi dari salah satu tradisi turun-temurun yang kental dengan nuansa kebersamaan dan kearifan lokal, yaitu Selamatan Angin dan Laut.
Pada Jumat sore, 27 September 2024, acara sakral ini digelar di rumah Dukun Kampong, Fadhil Jamali, dengan dihadiri ketua Forum Kedukunan Adat Belitung H. Muktie Maharif, Kadus Tanjung Tikar Tiris Dedi, RW 4 Sardi Siman (buyun) merangkap kik Lebay, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh agama, hingga masyarakat setempat.
Acara ini menjadi momentum penting bagi masyarakat pesisir yang sehari-hari bergantung pada laut. Para nelayan, dalam suasana yang khidmat, mengirimkan doa agar mereka dijauhkan dari mara bahaya serta mendapatkan rezeki yang melimpah selama melaut. Seperti diungkapkan Fadhil Jamali dalam sambutannya, “Tradisi ini adalah bentuk permohonan kita kepada Yang Maha Kuasa, agar masyarakat, khususnya para nelayan, selalu diberikan perlindungan dan kesejahteraan dalam mencari nafkah.”
Kekuatan Tradisi dan Solidaritas
Selamatan Angin dan Laut tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga menjadi ajang penguat solidaritas dan persaudaraan. Hadir pula dalam acara tersebut Ketua Forum Kedukunan Adat Belitung, H. Muktie Maharif, yang memimpin doa untuk keselamatan umat, bukan hanya bagi masyarakat Desa Sungai Samak, tetapi juga seluruh Kabupaten Belitung. “Kita bersama-sama berharap agar senantiasa dijauhkan dari bencana dan diberikan kesehatan serta keberkahan yang melimpah,” ungkap Mukti.
Dengan adanya tradisi seperti ini, masyarakat setempat semakin menyadari pentingnya gotong-royong dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup. Kepala Dusun Tanjung Tikar Tiris, Dedi, bersama tokoh masyarakat seperti Sardi Siman, yang juga merangkap sebagai Lebai, turut menyampaikan pentingnya sinergi antara perangkat desa dan pemimpin adat untuk menjaga harmoni sosial.
Membangun Masa Depan Berdasarkan Kearifan Lokal
Fadhil Jamali, sebagai Dukun Kampong, menekankan bahwa acara ini bukan hanya tentang ritual tahunan, tetapi juga menjadi pijakan untuk membangun kerja sama yang lebih erat antara masyarakat dan pemimpin adat. “Kita harus terus kompak dan bersatu dalam menjaga serta melestarikan adat, budaya, dan lingkungan hidup di Belitung,” tegasnya. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak sekadar hadir, tetapi juga berperan aktif dalam menjaga keberlangsungan adat dan budaya yang sudah diwariskan oleh leluhur.
Kegiatan Selamatan Angin dan Laut menjadi pengingat bahwa kearifan lokal memiliki peran penting dalam membangun ketahanan sosial dan spiritual masyarakat. Dengan harapan agar acara ini terus dilaksanakan di tahun-tahun mendatang, masyarakat Sungai Samak optimistis bahwa tradisi ini akan membawa kebaikan tidak hanya bagi desa mereka, tetapi juga bagi seluruh wilayah Belitung.
Selamatan ini bukan hanya tentang angin dan laut, tetapi tentang upaya bersama menjaga harmoni alam dan sosial demi kehidupan yang lebih baik. Tradisi ini menjadi wujud nyata dari cinta masyarakat terhadap tanah air dan warisan leluhur, yang tetap relevan di tengah arus modernisasi.