SEPATU DAN BUKU SEBAGAI MAHAR

Hidup adalah pilihan bagi setiap orang. tak terkecuali ia berpunya maupun si miskin. Dalam sejarah bangsa ini, mungkin kita tidak pernah lupa sosok Bung Hatta mantan wakil presiden pertama Indonesia. Perangai yang sederhana dan cerdas menjadi magnet tersendiri bagi sosoknya.

Bung Hatta dalam hidupnya gemar menabung bukan untuk diri dan keluarganya, tetapi ia menabung hanya untuk setiap orang yang bertamu dan memerlukan bantuannya. Kadang istrinya “nyeletuk” bahwa untuk tabungan bulan ini habis, Bung Hatta dengan senyum lalu menanyakan pada istrinya bu, kita sabar dan harus menabung kembali, sebab masih banyak yang memerlukannya.

Dialig tersebut memberi isyarat pada kita bahwa menabung bukan sekadar untuk mempersiapkan hidup kita sendiri, tetapi lebih mempersiapkan keberlanjutan hidup orang lain. Bung Hatta dengan kesederhanaannya sampai ia wafat tak mampu membeli sepatu merek Bally yang guntingan koran merek sepatu tersebut tetap terselip dibuku memorinya,…dan itu ditemukan anaknya saat beliau wafat.

Bagaimana dengan mahar?, Bung Hatta pun saat menikahi Rachmi hanya dengan bermaharkan buku yang berjudul “Alam Pikiran Yunani” karangannya sendiri saat ia dibuang Banda Neira tahun 1930-an.

Sang tokoh proklamator tak mampu membeli sepatu hingga akhir hayatnya, begitu pula istrinya tak mampu membeli mesin jahit kesukaannya—untuk membayar listrik dan air. Hungga negara turun tangan membayarkannya.

Saat ini tentu begitu sulit menemukan sosok pemimpin seperti Bung Hatta—yang tak menjadikan jabatannya untuk menumpuk harta dan memperkaya diri sendiri. Sebab pengabdiannya tulus untuk bangsanya—bukan fulus untuk bangsanya.

Tetapi Bung Hatta akan kaya dalam catatan sejarahnya bangsanya—karena ketulusan, pikiran dan kesederhanaannya.

# Catatan_Malam
Dari sejarah kita mengenal.