TANJUNGPANDAN, 6 Juni 2025 / 9 Zulhijjah 1446 H — Hari ini umat Islam di seluruh dunia menyambut salah satu hari paling mulia dalam kalender Islam: Hari Arafah, yang menjadi puncak dari rangkaian ibadah haji.
Dari Tanah Suci Mekkah, jutaan jamaah mengenakan pakaian ihram yang seragam — melambangkan kesetaraan dan kerendahan hati di hadapan Allah SWT.
Di tengah lautan putih itu, tidak ada perbedaan status sosial, ras, atau kebangsaan. Semua datang dengan satu niat: meraih ampunan, rahmat, dan ridha Ilahi.
Bagi umat Islam yang belum berkesempatan berhaji, ini juga menjadi momen penting: untuk merefleksikan makna qurban, meneladani kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS, serta menguatkan tekad untuk beribadah secara total dan menyeluruh.
Qurban: Lebih dari Sekadar Penyembelihan Hewan
Ibadah qurban bukan hanya ritual tahunan, melainkan simbol ketundukan total pada kehendak Allah. Seperti yang ditunjukkan Nabi Ibrahim saat diperintahkan untuk mengorbankan anaknya, Ismail, sebuah perintah yang di luar nalar manusia. Namun karena keimanan yang mendalam, keduanya menerimanya dengan ikhlas.
Sikap kepasrahan total inilah yang menjadi esensi utama dari qurban. Allah SWT sendiri akhirnya mengganti perintah itu dengan seekor domba besar, sebagai bentuk penghargaan atas ketaatan luar biasa mereka (QS Ash-Shaffat: 103–107).
Pelajaran dari Qurban: Tiga Hikmah yang Relevan Hingga Kini
1. Teladan Ketaatan dan Ketundukan Tanpa Syarat
Nabi Ibrahim dan Ismail adalah contoh nyata bahwa kepatuhan kepada Allah harus total, bukan selektif. Sayangnya, di zaman kini masih banyak umat Islam yang memilih-milih ajaran agama sesuai selera dan kepentingannya. Hal ini terlihat jelas dalam praktik muamalah, terutama ekonomi, yang masih banyak bercampur riba dan unsur haram lainnya.
Momentum Idul Adha seharusnya membangkitkan kembali semangat menundukkan diri pada syariat secara kaffah (total). Seperti firman Allah:
“Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan…” (QS Al-Baqarah: 208).
2. Semangat Berkorban untuk Agama dan Bangsa
Islam tersebar di Indonesia tidak dengan mudah. Ada pengorbanan luar biasa dari para ulama dan pejuang dakwah. Demikian pula, kemerdekaan bangsa ini diraih berkat pengorbanan para pahlawan. Maka, menjadi tanggung jawab generasi sekarang untuk menjaga dua amanah besar: amanah agama dan amanah kebangsaan.
Dengan meneladani semangat berkorban dari para pendahulu, umat Islam dapat terus menjadi motor penggerak kemajuan bangsa, melalui pemahaman Islam yang moderat, dinamis, metodologis, dan penuh toleransi.
3. Optimisme: Kunci Bertahan dalam Ujian Kehidupan
Nabi Ibrahim juga menunjukkan keteguhan dan keyakinan luar biasa ketika harus meninggalkan istrinya Hajar dan bayi Ismail di padang tandus Mekkah. Namun keyakinan bahwa “Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya” menjadi energi optimisme yang mengubah lembah sepi itu menjadi pusat spiritual dunia.
Optimisme seperti ini sangat relevan saat ini, di tengah gejolak global seperti konflik Timur Tengah dan krisis ekonomi internasional. Selama umat Islam berpegang pada ajaran dan nilai-nilai agama, tidak ada alasan untuk pesimis menghadapi masa depan.
Harapan dan Doa dari Tanjungpandan untuk Dunia
Di tengah lantunan takbir yang menggema, umat Islam di Tanjungpandan dan seluruh penjuru tanah air turut mendoakan saudara-saudara mereka yang sedang menunaikan ibadah haji. Semoga seluruh jamaah diberikan kesehatan, kelancaran, serta kembali ke tanah air dengan membawa predikat haji yang mabrur.
Kita juga memanjatkan doa agar dunia segera dipenuhi kedamaian. Agar perang di Palestina dan Ukraina segera berakhir. Agar Indonesia tetap dalam lindungan-Nya, dan seluruh rakyatnya diberi kehidupan yang tenteram, adil, dan sejahtera.*)
*) Khotib Drs. Huniyadi Bellia, (sekretaris MUI Kabupaten Belitung) disampaikan pada sholat Idul Adha di Masjid Jami Al-ihsan Air Raya, Jumat 6 Juni 2025.












