TANJUNGPANDAN: Hari ini tepat 13 tahun (tepatnya 9 Desember 2019) sudah, berinteraksi dengan Tarsius Belitung. Itulah sekelumit perjalanan Budi Setiawan, pengelola wisata Alam Batu Mentas, sekaligus Ketua Yayasan Tarsius Center Indonesia, khususnya dalam mengelola Tarsius Belitung yang kini sudah mendunia.
Saat penuturannya dengan trawangnews.com, diawal kebersamaan, kata Budi yang juga Alumnus Unpad Bandung ini menyebut, Tarsius Belitung bukanlah apa apa. Tapi, Tarsius “hanyalah” pelilean, monyet hantu dan bahkan dianggap membawa kesialan kalau kita bertemu dengannya.

Banyak cerita suka dan duka yang terukir. Budi bertutur diawal kisah ketika mengajak beberapa rekan -rekan untuk mengkonservasi Tarsius. Sayangnya dibalik itu, banyak yang mencemooh dan merendahkannya. “Buat apa di konservasi, ngabisin waktu n gak ngasilin juga mending cari kerjaan yang jelas. Gak ada Tarsius juga dunia gak akan kiamat”,” Kenang Lelaki yang mengenyam pendidikan Scholarship educational program “local economic resourceDevelopment”, University of Groningen Faculty of Economic and business 2008, Belanda.
Dalam pandangan Budi, Tarsius adalah makhluk yang luar biasa dan serba bisa. “Kita aja yang lebih sempurna belum tentu mampu melakukan yang ia lakukan,” ungkap sosok lelaki yang sempat mengikuti Zertifikat Deutch als Fremdsprache, Geoethe Institute Bandung.
Tarsius, adalah pahlawan pendidikan. Kehadirannya telah mampu meluluskan puluhan sarjana baik S1 maupun S2 dari berbagai pelosok dunia. Ribuan anak telah diedukasi dengan harapan semakin cinta akan lingkungannya.
Tarsius juga adalah pahlawan ilegal logging (Kayu Ilegal). Kehadirannya telah mampu menurunkan tingkat ilegal logging khususnya di kawasan hutan lindung gunung tajam.
Bahkan Tarsius adalah pahlawan wisata. Kehadirannya, lanjut Budi, telah mampu mengundang para penjelajah dunia dari mulai sekedar jalan jalan maupun yang khusus ingin menemuinya. Dari kelas “backpacker” hingga national geographic sengaja datang menemuinya.
Lebih-lebih, tarsius adalah selebritis. Berbagai media dalam maupun luar negeri baik cetak, online hingga televisi sengaja datang meliputnya.
Namun lanjut Budi, proses mengenalnya juga tak mudah. Menurut Budi, dua tahun tinggal di pondok kayu ditengah gunung tajam adalah potongan kenangan indah mencoba mengenalnya lebih dekat sekaligus “memperdayainya” menjadi alat perlawanan menghadapi ilegal logging yang waktu itu marak terjadi.
Kini kisah Tarsius, diyakini akan semakin mendunia. Kehadiran geopark sepertinya akan mengangkat kisah “sosokmu” ke kasta yang lebih mulia.
“Harusnya, namun entahlah toh kenyataannya populasimu berbanding terbalik dengan naiknya popularitasmu. Laju hilangnya habitat alamimu yang menjadi kunci bertahannya keberadaanmu..berlangsung sangatlah cepat..,” kata Budi.
Budi mengutarakan mungkin Tarsius di “rencanakan” memang untuk dijadikan pahlawan dalam arti sesungguhnya…”lenyap namun indah untuk dikenang, begitu pepatah yang menyejukan bagi kita semua.Itulah kisah suka duka dan sekelumit perjalanan Tarsius Belitung untuk 13 tahun, keberadaannya saat ini.*