BRUNEI DARUSSALAM: Penguatan bahasa tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan kepustakaan, di mana bahasa menjadi modal utama dalam pengembangan literasi baca tulis. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Ali Radin, Pemangku Pengarah Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Brunei, saat menerima kunjungan Fithrorozi dan Robby Sugara dari YNRI (Yayasan Negeri Rempah Indonesia) di Bilik Laila Mufakat, DBP Brunei Darussalam, pada 8 Agustus 2024.
Dalam pertemuan tersebut, Dr. Ali Radin menekankan pentingnya bahasa sebagai jiwa bangsa dan identitas kebudayaan. Ia juga menyoroti keseriusan Brunei dalam mengembangkan bahasa, yang tercermin dari penggunaan aksara Jawi di ruang publik serta kajian mendalam terhadap manuskrip-manuskrip bertuliskan huruf Jawi. Aksara Jawi, yang pernah digunakan secara luas di Nusantara termasuk Indonesia dan Brunei, kini tetap dilestarikan di Brunei. Sementara itu, Indonesia lebih mengutamakan aksara Latin, yang mengakibatkan beberapa aksara lokal perlahan terkikis.
Kendati begitu, peran bahasa dalam memperkuat hubungan antarbangsa tidak bisa diabaikan. Hal ini ditunjukkan oleh kunjungan Yayasan Negeri Rempah ke Brunei pada 6-9 Agustus 2024. Kunjungan ini bertujuan untuk mempererat jaringan diplomasi dan kerjasama dalam masyarakat kedua negara. Kedua pihak menyadari bahwa bahasa memiliki kontribusi penting dalam membangun hubungan sosial, budaya, dan ekonomi, terutama dalam konteks jalur perdagangan yang sering melibatkan komunikasi lintas negara.
Meski demikian, pengembangan bahasa Indonesia menghadapi tantangan tersendiri. Gempuran bahasa asing sering kali mempengaruhi tata naskah, publikasi, dan komunikasi di ruang publik, yang berpotensi merusak taksonomi bahasa. Oleh karena itu, penguatan bahasa lokal melalui pengembangan kepustakaan menjadi agenda penting yang harus terus diupayakan oleh Indonesia, agar identitas bangsa tetap terjaga di tengah arus globalisasi.
Dengan latar belakang tersebut, lawatan Yayasan Negeri Rempah diharapkan dapat membuka jalan bagi kolaborasi lebih lanjut dalam upaya pelestarian bahasa dan aksara Nusantara, serta memperkuat posisi bahasa sebagai elemen kunci dalam diplomasi budaya antara Brunei Darussalam dan Indonesia.*