Dinas PUPR Gelar Rapat Pembahasan Laporan Pekerjaan Terkait Penyusunan Dokumen DED Tugu Perjuangan HAS Hanandjoeddin: Begini Harapan Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung

Pembangunan Tugu Perjuangan H.A.S. Hanandjoeddin diharapkan menjadi simbol persatuan dan penghormatan atas jasa pahlawan yang telah berjuang demi Indonesia. Selain itu, tugu ini diharapkan menjadi pintu gerbang pengakuan resmi H.A.S. Hanandjoeddin sebagai pahlawan nasional yang diabadikan dalam sejarah negeri.

TANJUNGPANDAN – Dalam upaya mengenang jasa perjuangan tokoh besar H.A.S. Hanandjoeddin, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Belitung menggelar rapat pembahasan laporan pekerjaan terkait Penyusunan Dokumen Detail Engineering Design (DED) Tugu Perjuangan H.A.S. Hanandjoeddin.

Acara yang berlangsung pada Senin (25/11/2024) di Ruang Rapat Dinas PUPR ini mengundang berbagai pihak untuk memberikan masukan konstruktif demi menyukseskan pembangunan tugu tersebut.

Tugu yang direncanakan akan berdiri megah di Desa Belung, Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi bukti penghargaan terhadap jasa-jasa H.A.S. Hanandjoeddin, seorang tokoh perjuangan yang berperan besar tidak hanya bagi masyarakat Belitung, tetapi juga dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, khususnya di wilayah Malang.

Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung, Achmad Hamzah, menyampaikan apresiasinya atas dialog yang dilakukan dalam rapat ini.

Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas daerah dalam mengangkat nama H.A.S. Hanandjoeddin sebagai salah satu pahlawan nasional.

“Kami sangat berterima kasih kepada Kepala Desa Belung dan masyarakat Malang atas kesediaannya menjadi tuan rumah pembangunan tugu ini. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan seorang pahlawan tidak terbatas pada wilayah asalnya, tetapi berdampak luas bagi bangsa,” ujarnya.

Achmad Hamzah juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat bahwa tidak semua tugu pahlawan berdiri di daerah asal pahlawan tersebut.

Menurutnya, langkah ini adalah cara untuk menunjukkan keunikan kontribusi H.A.S. Hanandjoeddin yang tak hanya dikenal di Belitung, tetapi juga meninggalkan jejak perjuangan di luar daerah.

Dalam rapat tersebut, peserta juga menyoroti ide-ide kreatif untuk mengenang perjuangan pahlawan, salah satunya melalui kegiatan edukatif seperti cerdas cermat sejarah.

“Perjuangan para pahlawan harus terus digaungkan, termasuk melalui cara-cara inovatif yang dapat menginspirasi generasi muda,” tambah Achmad Hamzah.

Pembangunan Tugu Perjuangan H.A.S. Hanandjoeddin diharapkan menjadi simbol persatuan dan penghormatan atas jasa pahlawan yang telah berjuang demi Indonesia. Selain itu, tugu ini diharapkan menjadi pintu gerbang pengakuan resmi H.A.S. Hanandjoeddin sebagai pahlawan nasional yang diabadikan dalam sejarah negeri.

Rapat ini menjadi langkah awal penting dalam memastikan bahwa pembangunan tugu tersebut berjalan sesuai rencana, tidak hanya sebagai monumen, tetapi juga sebagai warisan sejarah yang dapat menginspirasi generasi mendatang.

Kenapa Tugu Perjuangan H.A.S. Hanandjoeddin Dibangun di Desa Belung

Nama desanya, Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Jawa Timur. Kenapa tugu ini dibangun di Desa Belung, punya sejarah tersendiri.

Menurut penulis buku H.AS Hanandjoeddin Haril M Andersen, Desa Belung merupakan markas pertahanan terakhir Pasukan H.AS Hanandjoeddin dalam menghadapi gempuran militer Belanda pada Agresi Militer I 1947.

Saat itu Opsir Muda Udara III AS Hanandjoeddin ditunjuk sebagai Komandan Sektor I dan Sektor II STC III Front Malang Timur yang wilayahnya tanggungjawabnya terbentang dari Kewedanaan Tumpang, Belung hingga Teluk Bajul. Pasukan sektor I dan Sektor II ini didominasi oleh anggota Pertahanan Teknik Udara AURI yang berkekuatan 550 personil.

Pada tanggal 31 Agustus 1947 terjadi pertempuran dahsyat antara Pasukan Hanandjoeddin dengan Kompi Marinir Belanda yang dibantu Infanteri AD Belanda yang datang dengan persenjataan tank di sebuah lokasi persawahan di Desa Belung.

Dalam pertempuran ini Belanda kehilangan beberapa serdadunya. Sedang pasukan Hanandjoeddin gugur empat orang prajurit. Sejak 2021 silam, jalan aspal sejauh sekitar 1,5 km di tempat terjadinya pertempuran ini oleh masyarakat Belung dinamai Jalan H.AS Hanandjoeddin.

Menurut Mbah Rasmi (usia 103 tahun) saksi sejarah yang sempat ditemui penulis buku Hanandjoeddin pada 2021, di masa perang kemerdekaan, masyarakat Desa Belung mengenal sosok AS Hanandjoeddin dengan sapaan Pak Boi, sebuah nama samarannya kala itu.

“Data-data mengenai peran Pak Hanandjoeddin dalam masa Perang Kemerdekaan ini masih terus kami dalami, bersama pihak Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat,” kata Haril.*