JAKARTA – Sebuah skandal pengelolaan dana bantuan hukum di Sukabumi telah mengguncang wilayah tersebut.
Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, telah mengeluarkan surat perintah kepada 85 kepala desa (kades) untuk mengembalikan uang bantuan hukum yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran 2023. Keputusan ini diambil setelah hasil pemeriksaan khusus oleh Inspektorat Kabupaten Sukabumi memunculkan bukti-bukti yang mengkhawatirkan.
Kasus ini bermula ketika sejumlah kades terlibat dalam kerja sama bantuan hukum desa dengan Firma Hukum Marpaung and Partner (MP Lawfirm). Namun, kerja sama ini menuai kontroversi karena diduga tidak mematuhi aturan yang berlaku. Beberapa kades disinyalir bahkan telah melakukan pembayaran terlebih dahulu melalui transfer sejumlah Rp 500 ribu per bulan selama satu tahun ke MP Lawfirm.
Ketegangan semakin meningkat ketika diketahui bahwa status MP Lawfirm belum terverifikasi dan terakreditasi sebagai organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang bertanggung jawab atas program Bantuan Hukum. Kejanggalan ini dilaporkan ke Polres Sukabumi oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi pada tanggal 27 Juli 2023.
Menanggapi perkembangan kasus ini, Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana, menegaskan bahwa penggunaan anggaran bantuan hukum harus melibatkan PBH yang telah terakreditasi dan terverifikasi oleh BPHN Kemenkumham.
Ia mengingatkan bahwa mekanisme penyaluran dana bantuan hukum harus mematuhi undang-undang yang berlaku, dan dana tersebut harus disalurkan dengan cara reimbursement, bukan ditransfer terlebih dahulu.
Situasi semakin rumit ketika Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menjelaskan bahwa bantuan hukum ditujukan untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan. Mekanisme penyaluran dana bantuan hukum harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Sukabumi sebenarnya memiliki lima PBH yang telah terverifikasi dan terakreditasi oleh BPHN Kemenkumham. Para kepala desa dapat bekerja sama dengan PBH tersebut untuk memberikan bantuan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kepala BPHN juga mengancam akan menjatuhkan sanksi black list terhadap lawyer dan lawfirm yang terlibat, serta desa/kelurahan yang tidak mematuhi aturan terkait penggunaan dana bantuan hukum. Sanksi ini dapat mencakup pencabutan hak mengajukan verifikasi akreditasi di BPHN selama 10 tahun.
Dalam menghadapi kontroversi ini, Bupati Sukabumi telah mengambil langkah-langkah konkret. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) akan menunda pencairan dana, dan desa yang telah mencairkan dana akan diminta untuk mengajukan review APBDes. Lebih lanjut, lembaga bantuan hukum atau kantor hukum yang ditunjuk harus memiliki sertifikasi dan akreditasi oleh BPHN Kemenkumham.
Situasi ini masih terus berkembang, dan masyarakat Sukabumi menanti klarifikasi dan tindakan lanjut dari pihak berwenang. Skandal dana bantuan hukum ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kepatuhan dalam pengelolaan dana yang sangat penting bagi masyarakat rentan di Sukabumi.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan pengawasan eksternal terhadap Organisasi Pemberi Bantuan Hukum (OBH) yang telah terakreditasi oleh BPHN untuk memastikan kepatuhan dalam penggunaan dana bantuan hukum.*