Khotbah Jumat H. Abdul Hadi Adjin di Masjid Al-Hidayah: “Ayat 1000 Dinar”

Diawal khotbah ini, melalui mimbar khutbah jum’at pada waktu yang mulia ini, kami ajak kepada para jama’ah, khususnya pada diri saya sendiri mari kita meningkatkan iman dan takwa kepada allah SWT. Yakni dengan menjalankan segala perintahnya dan meninggalkan segala larangannya. Menjalankan perintah Allah baik yang wajib maupun yang Sunnah. Menjauhi segala larangannya, baik yang haram maupun yang makruh. Merupakan cermin kesempurnaan iman dan takwa seseorang mukmin karena iman itu disamping harus tertanam dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan harus dibuktikan dengan amal perbuatan.

Contoh seperti kita saat ini sholat jumat dan berpuasa /beribadah lainnya selama ramadhan di Masjid. Sedangkan takwa kepada allah itu adalah
1. Allah itu ditaati, jangan di durhakai
2. Allah selalu diingat, jangan dilupakan
3. Allah disyukuri (bersyukur kepada allah), jangan diingkari. Inilah takwa yang sebenar-benarnya.Tafsir Jalalain buku ke-4, hal. 2851.
Adapun judul khotbah yang disampaikan adalah “Amalkan Ayat 1000 Dinar”.

Perlu diketahui, akhir-akhir ini masyarakat dan negara kita sedang ditimpa berbagai masalah seperti bencana dan musibah yang bertubi-tubi. Diantaranya, penyakit COVID-19, gunung meletus, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, minyak goreng susah/mahal, BBM naik, dan sebagainya.

Disamping itu, umat islam juga merasakan saat ini dampak akan tokoh-tokoh islam yang dikriminalisasi serta islam sebagai agama yang bersumber dari Allah juga kena musibah.

Banyak keganjilan dan hal yang ‘nyeleneh’. Ada sebutan istilah “Islam Nusantara”. agama itu semuanya sama. Begitupun, kata ‘kafir’ di dalam Al-Qur’an harus disesuaikan/ganti dengan istilah kata non muslim.
Bukan hanya itu. Banyak lagi hal yang krusial seperti Agama yang disamakan dengan budaya. Sekolah madrasah diwacanakan akan dihapus dan lain-lain sebagainya.

Tak hanya itu. Adanya argumen terkait soal alam akhirat itu hanyalah khayalan/ilusi. Alasan mereka dasarnya untuk menegakkan toleransi dan hak-hak asasi manusia (HAM).

Melihat fenomena dari permasalahan tersebut yang terjadi tentunya sikap yang diambil dari umat Islam adalah sebagai berikut.
Pertama, masalah-masalah tersebut merupakan ujian dari allah SWT untuk kita semua. Sebab itu, karena itu kita harus kembali kepada hukum allah.

Kenapa? Karena dialah yang maha besar, maha kuat, maha kaya dan maha adil penguasa alam semesta. Karena Allah SWT akan menilai apakah umat islam ini sudah benar tauhidnya dan amalannya.

Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surah Al-Mulk 67 ayat 2 disebutkan BISMILLAHIRROHMANIROHIM AL-LAZZI KHOLAQOL MAUTA WAK HAAYATA LIYAB LU WAKUM AYYUKUM AKHSANU AMALLA artinya

“Dia yang menjadikan manusia mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalannya”.
Jadi kita harus tetap tegar, kokoh tauhidnya/istikomah sabar sesabar-sabarnya, kuat sekuat-kuatnya. Kita takwa yang sebenar-benarnya.

Kedua, berdasarkan Negara/Undang-undang Dasar 1945
Kenapa kita harus kembali kepada hukum negara, agar kita selamat tidak dianggap anti Pancasila, teroris, dan lain-lain.
Negara menjamin kemerdekaan beragama
Undang-undang Dasar RI tahun 1945 (Amandemen IV) dalam Bab XI ayat 1 dan 2 disebutkan :

1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Bukan negara tidak beragama, tapi ada 5 agama/keyakinan

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu dalam Bab XIII ayat 1 dan 5

Dengan demikian kita sebagai umat islam harus hati-hati dalam melakukan ibadah cara kita beribadah tidak bisa dicampur aduk dengan kepercayaan/agama lainnya.

Contohnya saja dalam hal berbuka bersama. Karena berbuka itu bagian daripada ibadah puasa.

Menghadiri acara ritual agama lainnya yang tak se akidah juga tidak dibenarkan karena kita telah ditegaskan dalam surat Al-Kafirun LAKUM DI NUKUM WALIYADIIN, artinya Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Jika kita tidak hadir dalam acara-acara tersebut bukan berarti kita tidak Pancasilais sebagai warga negara Indonesia, tetapi keputusan kita umat Islam tidak menghadiri kegiatan tersebut sudah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu dalam Bab XIII ayat 1 dan 5.
Lalu bagaimana jika ada umat islam yang melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut?
Biarkan saja atau ingatkan mereka serta kita tidak boleh marah atau mencaci maki mereka karena agama ini adalah hidayah dari Allah SWT. Kita tidak bisa memaksakannya.

Sebagai umat Islam, tentunya kita mengajak umat Islam untuk mengamalkan AYAT SERIBU DINAR.
Artinya : “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah menentukan ukuran bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Diakhiri khotbah, marikan kita bermunajat kepada Allah SWT.
“Ya Allah kami memohon kepadaMu keselamatan dalam agama dan kesejahteraan/kesegaran pada tubuh dan penambahan ilmu, dan keberkahan rizqi, serta taubat sebelum mati dan rahman di waktu mati, dan keampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami saat pencabutan nyawa selamat dari api neraka dan mendapat kemaafan ketika amal diperhitungkan. Ya Allah, janganlah Engkau goyahkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk dan berilah kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.”.)*

*)Intisari khotbah Jumat, 15 April 2022, di Masjid Al-Hidayah (Kelurahan Paal Satu Tanjungpandan), Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung
Oleh Drs. H. Abdul Hadi Adjin