LUKMANUL HAKIM DAN KELEDAI

Dalam sejarah Islam mungkin kita tak pernah lupa sosok Lukmanul Hakim yang diabadikan namanya dalam Al Qur’an pada surah 31. dibanyak kisah Lukmanul Hakim banyqk memberikan pelajaran inspiratif.

Suatu ketika Lukmanul Hakim.ingin bepergian dengan anaknya dan seekor keledai miliknya. Sesaat kemudian, berangkatlah keduanya sambil menarik keledainya. Berjam² gurun pasir dilaluinya dibawah terik mentari. Sesaat kemudian tibalah mereka disatu perkampungan,….tak lama kemudian bertemulah kelompok.masyarakat, dan masyarakat pun mengatakan wahai Lukmanul Hakim sungguh bodoh dirimu, kenapa keledai itu tidak engkau tunggangi.

Lukmanul Hakim pun berunding dengan anaknya, maka diputuskanlah untuk keduanya naik diatas keledai. Tak lama kemudian diperjalanan bertemu lagi dengan sekelompok masyarakat, lalu ia katakan sungguh engkau wahai Lukmanul Hakim tak memiliki peri-kebinatangan, kasian keledai itu, mendengar ucapan itu, Lukmanul Hakim bersama anaknya turun dari punggung keledainya. Lalu ia berunding lagi dengan anaknya.

Sekarang anaknya diatas keledain dan Lukmanul Hakim menarik keledainya sambil berjalan kaki, ditengah perjalanan ia kembali menemui kelompok.masyarakat, lalu salah satu diantara mereka berkata, wahai fulan sungguh engkau anak durhaka yang membiarkan orangtuamu menarik keledai sementara engkau diatas. Sang anakpun turun dari keledai dan berunding lagi dengan orangtuanya. Maka diputuskqn Lukmanul Hakim diatas keledai dan anaknya yang menarik keledainya.

Mereka pun melanjutkan perjalanannya, tak lama kemudian ia menjumpai lagi sekelompok masyarakat, diantara mereka ada yang berkata, wahai Lukmanul Hakim dimana perasaanmu sebagai orangtua, masa anakmu engkau biarkan menarik keledainya sementara engkau diatas keledai. Tidakkah engkau kasihan dengan anakmu?

Mereka pun keduanya lalu berunding dan memutuskan untuk memikul keledainya. Namun ditengah perjalanan merekapun kembali menuai protes dari sekelompok orang. Wahai Lukmanul Hakim, sungguh dirimu begitu bodoh kenapa engkau tidak menunggangi keledaimu?…mengapa engkau memikulnya.

Lukmanul Hakim pun berhenti sejenak, lalu berunding dengan anaknya. Lalu ia berkata, wahai anakku, coba perhatikan apa kata orang² yang kita jumpai dijalan—apa yang mesti kita lakukan?, aku yang diatas keledai dianggap salah, kamu diatas keledai juga salah, kita berdua dikeledai juga salah, kita memikul keledai juga salah. Maka anakku, ambillah hikmah dari perjalanan ini—karena untuk menciptakan suatu perubahan itu tidak mudah, banyak suara yang harus kita dengar.

Pesan moral dari sketsa kisah tersebut diatas adalah—seorang pemimpin harus banyak mendengar untuk kemudian mengambil keputusan. Jangan juga karena banyak mendengar lalu tidak bisa mengambil keputusan. Sebab pemimpin yang bijak, menggunakan telinganya untuk mengerti—dan menggunakan pikirannya untuk memutuskan sesuatu.

# Catatan_Malam
dari sejarah kita mengenal.