TANJUNGPANDAN: Komunitas Diskusi 17 Belitong menggelar talkshow inspiratif di Radio BFM 104.6 FM hari ini, Jumat (27/6), dalam rangka mengenang 78 tahun Moektamar Rakjat Indonesia, peristiwa penting yang pernah menggema dari jantung Pulau Belitung: Simpang Tiga, 13 Juli 1947.
Acara ini dipandu oleh Pak Cik Noval, dengan menghadirkan deretan tokoh masyarakat dan pemerhati sejarah yang tergabung dalam Komunitas Diskusi 17 Belitong. Di antaranya: Ketua Komunitas Rizali Abusama, Sekretaris H. Hasimi Usman, serta tokoh senior seperti Ir. H. Suryadi Saman, M.Sc. (Wagub Pertama Babel), Ir. H. Nazalius, M.Sc. (mantan Kepala Bappeda), dan Drs. H. A. Hadi Adjin (mantan Sekda Beltim). Juga hadir pemerhati sosial hukum Oktaris Chandra, ST dan Bendahara komunitas Theo Maulina, A.Md.
Moektamar Rakjat Indonesia 1947: Tonggak Sejarah yang Terlupakan
Dalam paparannya di Radio BFM 104.6 FM, Ketua Komunitas, Rizali Abusama menegaskan bahwa talkshow ini bukan sekadar nostalgia, namun bentuk tanggung jawab sejarah.
“Moektamar Rakjat Indonesia yang digelar di Simpang Tiga pada 13 Juli 1947 adalah bukti nyata bahwa masyarakat Belitong sudah lebih dulu memikirkan integrasi dengan NKRI, jauh sebelum provinsi Kepulauan Bangka Belitung lahir,” ujarnya.
Moektamar tersebut adalah pertemuan para tokoh rakyat, pejuang, dan politisi Pulau Belitong yang memutuskan untuk berdiri tegak bersama Indonesia, di tengah tekanan kolonial dan ancaman disintegrasi pasca kemerdekaan.
21 Pahlawan Gugur, Semangat Tak Pernah Luntur
Talkshow juga menyinggung peristiwa heroik perlawanan rakyat Belitong terhadap agresi Belanda, seperti pertempuran Paal Satu, Aik Merbau, Aik Seruk, Selat Nasik dan Lancor yang menewaskan 21 pejuang – kini dimakamkan di TMP Ksatria Tumbang Ganti, Perawas, Tanjungpandan.
“Para pahlawan gugur bukan hanya demi tanah, tapi demi peradaban dan cita-cita luhur sebuah bangsa,” ucap Rizali penuh haru.
Refleksi Kekinian: Belitong Harus Bangkit!
Momentum Moektamar ke-78 ini menjadi panggilan kebangkitan rakyat Belitong. Talkshow memunculkan kritik tajam namun konstruktif terhadap kondisi terkini, seperti Pulau kaya raya, tapi rakyat miskin, Penyelundupan timah merajalela, Fakultas UBB tak kunjung dibangun di Belitong, Dana APBD sering tak menyentuh Belitong, Gelar Pahlawan Nasional untuk tokoh Belitong belum terwujud.
“Belitong jangan hanya jadi pelengkap, harus jadi pusat. Jangan sampai kita seperti tikus mati di lumbung padi,” tegas salah satu narasumber.
Visi ke Depan: SATOE POELAOE SATOE BELITONG
Komunitas mengusulkan visi “SATOE POELAOE SATOE BELITONG” – semangat kolektif untuk mempersatukan, memperkuat, dan memperjuangkan keadilan pembangunan di pulau yang kaya ini. Dari akar sejarah, muncul agenda aksi masa kini, Pemerintah yang bersih dan melayani, Pendidikan dan kesehatan yang merata, Ekonomi rakyat yang kuat, Penegakan hukum tanpa tebang pilih, Partisipasi publik yang aktif.
“Jika semangat Moektamar kita hidupkan, Belitong bukan hanya dikenal karena alamnya, tapi juga karena warganya yang berdaulat, cerdas, dan berdaya,” tutup Rizali.
Untuk itu, kata Rizali, guna mengenang hal tersebut, direncanakan pada Minggu, tanggal 13 Juli 2025, bertempat di Balai Simpang Tige, Simpang Renggiang Kabupaten Beltim sebagai bagian untuk mengingatkan sejarah yang tidak bisa dilupakan oleh masyarakat Belitong.*










