TANJUNGPANDAN – Sebuah langkah penting dalam menjaga dan memajukan kebudayaan digelar silatuhrahmi dan sarasehan budaya, pada Rabu malam, 25 September 2024, yang bertempat di Rumah Adat Melayu Belitung.
Dalam suasana akrab, para tokoh masyarakat, pejabat daerah, serta budayawan berkumpul dalam acara Sarasehan Budaya yang dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Belitung, Mikron Antariksa.
Acara ini turut dihadiri oleh Pelaksana Harian (PLH) Sekretaris Daerah (Sekda) Belitung, Bakri Hauriansyah, Sekretaris Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Bangka BelitungnDrs. Ahmad Alpian, Ketua LAM Belitung Achmad Hamzah, OPD (organisasi Perangkat daerah) terkait serta tokoh-tokoh budaya dan komunitas setempat.
Dalam pertemuan ini, diskusi hangat dipandu oleh Wahyu selaku moderator. Kesempatan luas diberikan kepada peserta untuk berbagi pandangan dan masukan terkait pentingnya pelestarian dan pengembangan budaya di Belitung. Sarasehan ini bukan hanya wadah silaturahmi, tetapi juga forum strategis untuk mendengar aspirasi budaya yang akan menjadi dasar pembangunan daerah.
Pj Bupati Belitung, Mikron Antariksa dalam sambutannya menekankan pentingnya memperhatikan nilai-nilai budaya dalam proses pembangunan di daerah.
“Sudah lama direncanakan, akhirnya Rabu (25/9/2024) malam ini kita bisa melaksanakan acara ini dengan kehadiran Sekretaris LAM Provinsi. Meski kami fokus pada pembangunan, perhatian terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat Belitung tidak pernah kami abaikan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti beberapa inisiatif pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya lokal, seperti penamaan Gedung Serba Guna Ishak Zainudin, telah diresmikan baru-baru ini serta perencanaan penamaan tempat-tempat publik lainnya akan dikaji lebih lanjut sebagai masukan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses ini.
“Misalnya, penamaan gedung olahraga atau usulan nama pahlawan. Semua itu akan kita kaji bersama dan eksekusi setelah melalui pertimbangan matang,” ujarnya.
Jaring Aspirasi
Ketua LAM Belitung, Achmad Hamzah, menyampaikan apresiasi atas dukungan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan acara ini.
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan perhatian terhadap kegiatan lembaga adat yang selama ini belum mendapatkan dukungan yang memadai.
“Beberapa hal, seperti Makan Bedulang dan pengakuan Lesong Panjang sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Ristek, sudah tercapai. Namun, masih ada yang belum, seperti masakan tradisional ‘Ayam Ketumbar’ yang belum dipatenkan,” jelasnya.
Achmad juga mengajukan usulan mengenai penamaan Stadion Pangkal Lalang agar diberi nama yang sesuai dengan identitas budaya lokal.
Ia juga berharap ke depan, pemerintah dapat lebih memperhatikan kebutuhan lembaga adat, terutama dalam hal dukungan sarana dan prasarana.
Merawat Warisan Sejarah dan Budaya
Sementara itu, Sekretaris LAM Provinsi Babel Ahmad Alpian, dalam sesi diskusi menekankan pentingnya merawat kebudayaan dan sejarah sebagai modal penting dalam memperkokoh Provinsi Bangka Belitung.
“Kita perlu terus mengingat, merawat sejarah dan budaya melalui kearifan lokal agar tetap menjadi identitas yang diwariskan kepada generasi mendatang,” ujarnya.
Alpian juga menyoroti minimnya fasilitas kebudayaan di daerah ini. “Belum ada museum budaya, ruang publik budaya, dan fasilitas lain yang mendukung. Ini harus menjadi perhatian bersama,” tambahnya.
Di sisi lain, budayawan Safwan Ar turut mengusulkan perlunya pemberian penghargaan kepada para tokoh yang telah berjasa dalam pelestarian budaya dan adat. Ia berharap adanya apresiasi yang lebih konkret terhadap kontribusi mereka bagi daerah.
Perda Muatan Lokal
Sekretaris LAM Belitung Ismail Mihad menyampaikan berbagai usulan penting pada pertemuan ini perlunya pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang muatan lokal, yang diharapkan dapat mendukung pelestarian budaya dan adat istiadat Belitung. Usulan disampaikan oleh Ismail Mihad, yang juga menekankan pentingnya melibatkan Lembaga Adat dalam perayaan Hari Jadi Kota Tanjungpandan.
“Selama beberapa tahun terakhir, Lembaga Adat tidak dilibatkan dalam kepanitiaan Hari Jadi Kota Tanjungpandan. Ini perlu diperbaiki agar sinergi dan terintegrasi dalam perayaan tersebut,” ujar Ismail.
Lebih lanjut, Ismail juga mengusulkan agar pemerintah daerah kembali menggelar pesta rakyat dan budaya, yang dulu sering diadakan sebagai bagian dari perayaan 17 Agustus. “Acara semacam ini sangat penting sebagai upaya nyata pelestarian budaya, dan semangat gotong royong masyarakat,” tambahnya.
Kampung Seni dan Studio Alam
Sementara itu, Husni Mariosa menyampaikan ide penting terkait inventarisasi jenis tanaman khas Belitung yang harus dikelola dan dilestarikan di satu tempat. Ia mengusulkan pembentukan Kampung Seni dan Studio Alam, sebagai pusat pelestarian tanaman lokal yang khas dan menarik.
“Ini sebenarnya telah lama kita usulkan. Dengan adanya tempat seperti Kampung Seni, Belitung dapat menjadi pusat pelestarian budaya dan alam yang terintegrasi. Di sana, berbagai jenis tumbuhan khas bisa ditemukan, dan menjadi daya tarik sekaligus warisan untuk generasi mendatang,” jelas Husni.
Penghargaan untuk Tokoh Berjasa
Ketua Pergaloran Cakranigrat Belitung, Mirza Daylodi, turut menyampaikan usulan terkait penamaan jalan dan ruang publik. Menurutnya, penggunaan nama-nama tokoh berjasa bagi Belitung harus lebih banyak diapresiasi.
“Nama-nama seperti Depati Cakranigrat, KA Endek, dan Gegedek layak digunakan untuk penamaan ruang-ruang publik, seperti ruangan di kantor bupati, kantor camat, atau tempat penting lainnya. Ini sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa mereka dalam membangun Belitung,” usul Mirza.
Usulan ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk memperkaya identitas budaya Belitung melalui penamaan tempat dan ruang publik yang bermakna historis.
Respons Pemerintah
Menanggapi berbagai aspirasi yang disampaikan, Pj Bupati Mikron menyatakan komitmen pemerintah untuk menampung semua masukan, termasuk pengusulan Peraturan Daerah (Perda) terkait kekayaan intelektual. Hal ini dianggap penting untuk menjaga hak-hak kekayaan budaya dan adat Belitung.
Begitu juga dengan perda muatan lokal yang tentu juga sangat baik dan bermanfaat dalam menjaga adat, budaya dan kearifan lokal.
Mengenai Sekretariat bersama antara LAM, MUI, dan DMI, lanjut Mikron tentunya ini harus diupayakan oleh Sekretariat Daerah untuk mencari lokasi yang tepat sebagai tempat sekretariat yang memadai.
Selain itu, anggaran untuk lembaga adat juga perlu ditingkatkan, mengingat banyaknya kegiatan adat dan budaya yang dilaksanakan, namun terkendala dengan berbagai keterbatasan.
Dalam pertemuan ini juga, Pejabat (Pj) Bupati Belitung, Mikron, mengakui bahwa dirinya tidak bisa memenuhi semua aspirasi yang disampaikan oleh para tokoh masyarakat dan budayawan dalam pertemuan ini. Hal ini dikarenakan masa jabatannya yang akan segera berakhir dalam beberapa bulan ke depan, seiring dengan pelantikan bupati baru.
“Kami menyadari bahwa banyak hal yang tidak bisa langsung dieksekusi dalam masa jabatan saya yang terbatas. Oleh karena itu, aspirasi yang belum tertampung akan kami rekomendasikan kepada bupati baru. Kami berharap, instansi terkait dapat menyusun rumusan kebijakan yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi bupati baru nantinya,” jelas Mikron.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung, Drs. Subagio, menyatakan kesiapannya untuk menyikapi berbagai masukan yang telah dirumuskan dalam pertemuan ini.
“Kami akan berupaya menyusun dan merespons semua hal yang telah dirumuskan dalam pertemuan ini dengan berbagai usulan penting, mulai dari pembentukan Perda muatan lokal hingga penamaan jalan dan ruang publik dengan nama tokoh-tokoh berjasa bagi Belitung,” katanya.
Acara silatuhrahmi dan Sarasehan Budaya ini menjadi momentum penting dalam upaya melestarikan dan mengangkat budaya lokal Belitung. Dengan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, harapan untuk menjadikan budaya sebagai fondasi pembangunan daerah kian nyata. Terus terjaganya kearifan lokal bukan hanya akan memperkuat identitas daerah, tetapi juga mewariskan kekayaan budaya kepada generasi masa depan. *