BAHARUDDIN LOPA DAN ANGKOT

Mungkin sejarah bangsa ini tak akan pernah lupa atas kesederhanaan dan kejujuran seorang penegak hukum dan pembela keadilan di negeri ini—ia adalah Baharuddin Lopa mantan Dubes Arab Saudi, dan jabatan terakhirnya sebagai jaksa agung tahun 2001. Eforia reformasi begitu terasa dengan masuknya Baharuddin Lopa dilingkaran pemerintahan untuk memutus mata rantai korupsi. Namun usianya sebagai jaksa agung hanya sebulan lalu ia menghembuskan nafas terakhirnya. Indonesia kehilangan sosoknya yang sederhana dan berani.

Kesederhanaan dan ketegasannya membuat semua orang kagum kepadanya. Sebagian orang memberi stigma—bahwa seorang pejabat selalu identik dengan gaya hidup yang glamour, rumah, mobil, selalu disesuaikan pada posisi seseorang, apalagi kalau ia seorang pejabat negara.

Baharuddin Lopa, tentu bukanlah produk dari stigmatisasi dengan segala pernak pernik atas jabatan yang disandangnya. Rumah dinas pun yang ditempatinya semua fasilitas negara dipakai sesuai kepentingan kedinasan. Telpon dirumdis pun dikuncinya agar tak dipakai oleh siapapun termasuk keluarganya. Hingga ia menyiapkan telpon koin untuk istri dan anaknya. Kendaraan dinas pun ia tolak dan memilih kendaraan mobil kijang super sebagai kendaraan pribadi.

Suatu ketika disebuah hajatan keluarga terpandang, Baharuddin Lopa diundang untuk hadir—semua orang dan kerabat menunggunya, dengan harapan bahwa Baharudfin Lopa sama istrinya akan naik kendaraan mewah. Tak ada tanda² mobil mewah tiba dihalaman rumah, tetapi dengan mengejutkan terdengar suara Baharuddin Lopa dari dalam rumah, rupanya ia bersama istrinya naik angkot (angkutan kota).

Seorang kerabat bertanya “Naik apaki Puang?”,
Baharuddin Lopa sambil tersenyum, dan menjawab….saya bersama ibu naik angkot. Lalu yang bertanya kembali, mana mobil dinasta?,…Baharuddin Lopa dengan senyum khasnya menjawab, mobilnya ada dirumah, saya tidak pakai karena itu mobil dinas yang harus saya pakai saat tugas kedinasan bukan untuk keperluan pribadi saya dan keluarga. Sehingga saya bersama istri naik angkot keyempat ini—kata Baharuddin Lopa. Seketika menjadi hening mendengar ucapan Baharuddin Lopa.

Baharuddin Lopa bukan hanya memilih hidup sederhana—tetapi beliau mencoba menepis stigma—kalau pejabat itu hidupnya glamour.

Sehingga ucapannya begitu menghentakkan nurani. Ia diingat oleh sejarah karena perilaku kesederhanaannya. Semoga para pemimpin.dan pejabat dibangsa ini bukan menjadi bangsawan baru—yang glamour dan berlagak kaum hacienda.

Tapi jadilah pemimpin yang sederhana agar sejarah mengenangmu.

# Catatan_Malam
Dari sejarah kita mengenal