Suatu ketika dalam satu tugas kenegaraan di kota Makassar, JK tidur disatu hotel dekat pantai losari, dilantai 21 sang negarawan ini memandang ke bawah, hilir mudik kendaraan, pedagang kaki lima yang memenuhi trotoar pintu masuk kawasan pantai losari yang tak pernah sepi.
Disatu sudut, JK terperangah melihat tukang becak tertidur pulas diatas becaknya. Dalam hati kecilnya pak JK berbisik, sungguh kebahagiaan itu bukanlah milik seseorang yang tertidur dikasur empuk dengan berbagai rona² yang mengelilinginya. Tapi kebahagiaan adalah milik mereka yang menikmati hidup apa adanya.
Aku, ucap JK dihadapan pendampingnya, mungkin bisa memiliki segalanya, tetapi kebahagiaan hidup belum tentu. Sontak semua orang disekelilingnya terdiam kaku mendengar ucapan sang negarawan ini. Kalian coba lihat disekelilingmu pinta JK, adakah saudara²mu menikmati hidup sepertimu?, aku dan kalian semua dibayar oleh negara tentu uang dari rakyat.
Perhatikan tukang becak yang disana, tunjuk JK,…dari ayunan becaknya kita makan keringatnya—yang juga hidupnya belum tentu baik² saja. Dia secara tidak sadar menyumbang untuk negaranya, tapi…apakah negara peduli dengannya? tanya JK dengan nada gemetar.
Tentu kita merasa bersalah pada mereka,…lalu pak JK memerintahkan ajudannya untuk menemui tukang becak tersebut dengan membawa amplop untuk diserahkan kepadanya. Setiba ajudan di depan tukang becak itu—sang ajudan menyodorkan amplop dari pak JK,….lalu tukang becak sedikit dingin dan kaget, lalu bertanya ada apa ini?, sang ajudan berkata, daeng terimalah ini dari pak JK, tapi kemudian tukang becak ini mengatakan maafkan saya, bukannya saya sombong dan tidak mau menerima pemberian dari beliau….tapi saya alhamdulillah masih bisa menghidupi istri dan anak²ku….sampaikan kepada beliau rasa terima kasihku….dan tolong pemberian beliau berikan saja kepada yang lain yang lebih membutuhkannya. Beliau melihatku seperti ini, itu sudah luar biasa. Aku takut kalau pemberian dari pak JK aku terima…membuatku tidak mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadaku.
Sang ajudan pun meninggalkan tukang becak….sesampai dihadapan JK, ajudan menceritakan semua percakapannya dengan tukang becak tadi. Mendengar hal tersebut mata JK berbinar², ada keharuan yang ada dalam hatinya. Sungguh mulia hatimu daeng (tukang becak)…engkau memberi pengajaran berarti hari ini. Yakni tentang kesyukuran.
Sebab itu, kekuasaan bukan jalan terbaik meraih kebahagiaan. Kekayaan bukan pula satu indikator kebahagiaan, namun kebahagiaan sejati adalah mereka yang menjalani kehidupan dengan kesyukuran.
# Catatan_Malam
dari sejarah kita belajar