TANJUNGPANDAN — Dalam suasana penuh keakraban, trawangnews.com berkesempatan berbincang dengan Nicolaus Lumanauw, Ph.D, tokoh pariwisata dunia asal Belitong, yang secara kebetulan sedang berada di kampung halamannya, Belitung.
Pertemuan tersebut berlangsung di Kedai Bubur Ayam Kitee, Jalan Kapten Saridin, Tanjungpandan, pada 30 September 2025, saat menjelang siang hari.
Sebelumnya, pada pagi hari yang sama, Nicolaus Lumanauw menyerahkan sertifikat keanggotaan World Tourism Cities Federation (WTCF) kepada Bupati Belitung, Djoni Alamsyah Hidayat, S.Sos dalam acara yang digelar di Kantor Bupati Belitung.
Penyerahan tersebut menjadi momen penting, dimana Kota Tanjung Pandan masuk dalam keanggotaan WTCF, sebagai salah satu kota pariwisata berkelas dunia.
Dalam Kelakar santai sambil melampun bubur ayam, trawangnews.com, berkesempatan melontarkan sejumlah pertanyaan dan memaparkan pentingnya mengemas pariwisata Belitong (Belitung dan Beltim) maupun Bangka Belitung agar lebih menarik, dan memiliki magnetic serta hypothetic sehingga wisatawan tidak hanya datang, tetapi juga kembali membawa kesan mendalam.
Dalam pertanyaan yang disuguhkan tersebut, Bapak Nicolaus pun, mengawali dengan pertanyaan mendasar: “Mengapa kita perlu membangun pariwisata? Apakah pariwisata memang perlu dibangun?”
Jawabannya sederhana sekaligus mendalam: pariwisata adalah jalan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
Pariwisata, Spektrum Kehidupan yang Luas
Dalam penyampaiannya paparannya, Nicolaus menjelaskan bahwa Pariwisata bukan hanya soal hiburan atau perjalanan. Namun pariwisata mencakup suatu spektrum yang sangat luas, karena mampu menghidupkan semua potensi sumber daya.
Setiap sumber daya memiliki situasi, setiap situasi melahirkan aktivitas, dan setiap aktivitas bisa dikembangkan menjadi kegiatan yang bernilai ekonomi.

Inilah sebabnya pariwisata dianggap sebagai “lokomotif pembangunan”. Ia menarik seluruh potensi lokal: mulai dari UMKM, kuliner, penginapan, hingga seni budaya. Jika dulu masyarakat hanya bergantung pada tambang yang bersifat sentralistik, pariwisata justru membuka kesempatan lebih merata: masyarakat bisa punya hotel besar maupun kecil, kafe, hingga usaha penyewaan kendaraan.
Menghindari ‘Kota Hantu’
Nicolaus mengambarkan bahwa Belitung adalah contoh nyata. Ketika industri timah mengalami kemunduran, muncul risiko besar: Belitung bisa berubah menjadi kota hantu, seperti banyak kota tambang lain di dunia.
Namun, berkat dorongan pariwisata, Belitung mampu bertahan bahkan berkembang. Meski belum ideal, pariwisata sudah terbukti menjadi solusi alternatif yang menyelamatkan ekonomi masyarakat.
Potensi: Dari Abstract ke Value
Berbeda dengan tambang yang sifatnya eksak (terukur jelas), pariwisata bersifat abstrak. Potensinya harus digali, dikemas, dan dipromosikan agar bernilai. Tanpa itu, ia akan tetap menjadi “potensi diam”. Yang se-akan-akan tidak bernilai, bagaikan rumput Lalang yang bernilai menjadi semak.
Maka, tugas utama kita adalah menjadikan potensi tersebut menjadi suatu value nyata: daya tarik, ikon, serta pengalaman yang bisa membuat orang datang, menikmati, lalu kembali dengan kesan mendalam.
Peran Kolaborasi: Pentingnya Pentahelix
Pariwisata tidak bisa dijalankan oleh pemerintah semata. Pemerintah hanyalah regulator dan fasilitator. Yang dibutuhkan adalah kolaborasi pentahelix, dalam hal ini, Pemerintah → penyedia regulasi & infrastruktur. Lalu Akademisi → memberi kajian ilmiah & data empiris.
Begitu juga, Perusahaan → mendukung investasi & lapangan kerja, dan Media → menyampaikan informasi, promosi, dan branding hingga Masyarakat → penggerak utama melalui kreativitas lokal.
Tanpa bahasa, media, dan promosi, pariwisata tak akan hidup. Karena produk wisata tidak bisa dibawa keluar daerah seperti rokok atau tekstil. Yang bisa dibawa hanyalah cerita, pengalaman, dan kenangan.
Local Genius: Kekuatan Asli Daerah
Salah satu poin penting adalah menggali local genius: kearifan dan keunikan lokal. Dari kuliner khas seperti sambal dan ikan asin, hingga oleh-oleh yang tak sekadar benda, tetapi sertifikat pengalaman — bukti bahwa seseorang pernah ke Belitong.
Inilah yang menciptakan ikatan emosional wisatawan dengan destinasi.
Branding, Clean City, dan Transportasi
Pariwisata juga membutuhkan faktor penunjang:
– Branding yang kuat agar orang mengenal dan tertarik.
– Kota yang bersih, nyaman, dan aman (clean eco-city).
– Transportasi fisik maupun non-fisik (aksesibilitas dan informasi).
Tanpa itu semua, produk wisata sehebat apa pun akan sulit menjangkau wisatawan.
Penutup: Dari Potensi ke Prestasi
Pesan Nicolaus Lumanauw jelas: pariwisata adalah industri masa depan Belitong. Ia bukan hanya sekadar daya tarik, tetapi pondasi pembangunan yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan.
Dengan kolaborasi, pengemasan potensi lokal, serta branding yang tepat, Belitong bisa menjelma menjadi destinasi kelas dunia.
Seperti ungkap beliau, “Pariwisata adalah motor penggerak. Ketika AS-nya berputar, semua roda kehidupan masyarakat ikut bergerak secara dinamis, harmonis, dan berkesinambungan.”*