SIMPANGPESAK: Pilkades Kelumpang, yang merupakan salah satu dari 19 yang melaksanakan pilkades serentak di Kabupaten Beltim tanggal 16 Juli 2020 kemarin, dikabarkan tak semulus dibayangkan. Belum ada kata sepaham, ujung-ujungnya muncul Rencana pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkades pada 1 TPS tepatnya TPS yang berlokasi di Pulau Batun, Desa Tanjung Kelumpang, Kecamatan Simpang Pesak, Kabupaten Beltim.
Namun bila langkah PSU itu dilakukan, tentunya hal ini merupakan langkah diluar ketentuan peraturan perundang undangan terkait Pemilihan Kepala Desa.
Pasalnya kegiatan PSU hanya dapat dilakuan bila terjadi kerusuhan dan realitanya pada pelaksanaan Pilkades itu berlangsung dalam situasi yang aman dan kondusif.
Bahkan kegiatan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS 6 Pulau Batun berlangsung lancar tanpa kendala hingga petugas TPS dapat menyelesaikan kegiatan pemungutan suara termasuk penghitungan dengan lancar. Bahkan warga di sekitar TPS itu antusias datang ke TPS.
Sedangkan keberatan terjadi ketika panitia pilkades di desa hendak menetapkan salah satu calon terpilih Anjas Ansari. Yang mana sebelum ditetapkan rekap suara, calon itu mendapatkan suara terbanyak. Namun tak pelak suara terbanyak Anjas memunculkan keberatan dari salah satu calon yakni Munziri.
Namun keberatan tersebut tak berdasar karena proses pemungutan suara di TPS tak ada keberatan. Ini terlihat dari lampiran berita acara penghitungan suara oleh petugas panitia di TPS yang tak terdapat keberatan.
“Jangan dipotong baca lanjutan ayat 1 pada ayat 2 pasal 53 terkait Perda 10 tahun 2015 Pilkades. Itu PSU dilakukan bila terjadi kerusuhan bukan keberatan kaitan proses pemungutan suara. Mestinya bila warga tak ada nama di DPT tapi gunakan hak pilih maka segera saksi di tps pertanyakan ke petugas tps bukanya diam namun baru protes di tingkat desa atau bila tak ada saksi itu salahnya calonlah. Jadi mesti selesaikan di lokasi tps bukanya ketika akan ditetapkan calon terplih. Ini kan sangkut pautnya ke proses pemungutan bukan penghitungan,” jelas Marwansyah, selaku Pemerhati Kemasyarakatan dan Demokrasi di Kabupaten Beltim.
Lebih jauh ia sampaikan, dari pantauannya patut disesalkan akibat ketidakcermatan pihak panitia pilkades di desa dan kabupaten justru warga yang semestinya berhak memilih namun tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal DPT menjadi acuan petugas tps dalam memenuhi hak warganya untuk memberikan suara sesuai pilihanya di tps.
“Kini apakah ada proses pendataan pemilih dalam pillkades oleh desa. Dalam pikades ini panitia kabupaten tugas supervisinya apakah berjalan, juga fasilitasi selesaikan masalah bukan memutuskan PSU. Sekali lagi PSU hanya bisa dilakukan bukan atas keputusan. Bila ada kerusuhan bisa PSU bukan karena ada keberatan calon itu aturanya tentang Pilkades. Bila masih ada aturan mari kita patuhi bersama ini,” tegas Marwansyah yang mengingatkan hak pilih merupakam hak universal sehingga hilangkan hak pilih maka tentu berkonsekwensi hukum.*