TANJUNGPANDAN – Sejak dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025, Bupati Belitung Djoni Alamsyah Hidayat dan Wakil Bupati Syamsir langsung bergerak cepat. Dengan telah resmi dan sah dilantiknya, Bupati Belitung dan Wakil Bupati Belitung Mulai Mengabdi untuk Belitung.
Sebab itu, dalam langkah awalnya, dalam Rapat Paripurna DPRD Belitung yang digelar pada Senin, 4 Maret 2025, Djoni memaparkan visi, misi, serta program kerja 100 hari kerja yang menjadi fokus utamanya dalam membangun Belitung ke depan dihadapan sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Belitung, Organisasi perangkat daerah, serta tokoh agama, dan tokoh masyarakat, serta sejumlah kalangan lainnya.
Lantas bagaimana harapan banyak pihak terkait dalam kemajuan untuk Belitung lebih baik. Salah satunya, senator Babel yang juga anggota DPD RI utusan Bangka Belitung, Ir. H. Darmansyah Husein, turut memberikan pesan dan harapannya. Sebagai tokoh yang pernah menjabat sebagai Bupati Belitung, Darmansyah Husein sangat berharap kepemimpinan Djoni-Syamsir mampu melanjutkan pembangunan yang berkelanjutan, inovatif, dan tetap berpihak kepada kepentingan masyarakat.

Untuk lebih dalamnya, Trawangnews.com berkesempatan mewawancarai Senator Bangka Belitung, Ir. H. Darmansyah Husein, terkait program 100 hari kerja yang disampaikan Bupati Belitung, Joni Alamsyah, dalam rapat paripurna DPRD pada Selasa, 4 Maret 2025. Berikut petikan wawancaranya:
Tanya: bagaimana pandangan Anda mengenai program 100 hari kerja yang dicanangkan oleh Bupati Belitung, Joni Alamsyah?
Jawab: Kalau kita bicara program kerja 100 hari, ini memang langkah awal yang bagus. Program seperti ini bisa menjadi pijakan awal dalam kepemimpinan. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) selama lima tahun ke depan. Seharusnya, dalam menyusun program, perlu disadari bahwa kepemimpinan baru tidak bergerak dari ruang kosong atau dari nol, melainkan melanjutkan apa yang sudah ada.
Tanya: Maksudnya, kepemimpinan baru harus melanjutkan program sebelumnya?
Jawab: Betul. Setiap pemimpin harus mengetahui “standing point“, yakni dari mana harus mulai bergerak dan ke mana arah tujuan pembangunan. Jangan sampai mengulang kesalahan sebelumnya. Sebaliknya, program yang dibuat harus bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Tanya: Apa tantangan terbesar dalam menjalankan program ini?
Jawab: Tantangan yang dihadapi cukup berat. APBN kita masih dalam tekanan, baik karena dampak pandemi COVID-19 maupun faktor ekonomi global yang belum stabil. Selain itu, APBD Kabupaten Belitung tidak sepenuhnya mandiri, masih bergantung pada dana dari pusat. Artinya, dalam menyusun dan menjalankan program, harus ada strategi yang tepat agar program tersebut bisa terealisasi dengan baik meskipun ada keterbatasan anggaran.
Tanya: Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah daerah dalam kondisi seperti ini?
Jawab: Pemerintah daerah harus kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pendanaan lain, seperti melalui investasi, kerja sama dengan swasta, atau optimalisasi potensi daerah. Jangan hanya terpaku pada dana dari pemerintah pusat. Selain itu, kebijakan yang diambil harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan memperhitungkan dampak jangka panjang.
Tanya: Sebagai wakil pemerintah pusat, apa yang bisa Anda dukung untuk daerah?
Jawab: Sebagai wakil pusat, saya tentu memahami bahwa kondisi APBN sedang tertekan, dan dampaknya pasti terasa hingga ke APBD kabupaten. Yang harus disadari, Indonesia ini memiliki banyak daerah/wilayah yang diurus, ada 38 provinsi dan sekitar ratusan kabupaten/kota, semuanya berlomba-lomba untuk mendapatkan dana dari pusat. Dalam situasi seperti ini, daerah harus memiliki strategi yang tepat agar mendapatkan perhatian pemerintah pusat.
Tanya: Lantas, bagaimana solusinya agar daerah bisa mendapatkan perhatian dari pusat?
Jawab: Ada dua pola yang bisa dilakukan daerah untuk menarik perhatian pusat.
1. Menjadi “anak manis” yang istimewa sehingga pemerintah pusat mau memberikan perhatian lebih. Ada seni dan manajemen tersendiri dalam hal ini. Misalnya, ada pola seorang gubernur atau bupati misalnya, memviralkan potensi daerah lewat media sosial atau berbagai platform lainnya agar menarik perhatian pemerintah pusat dan akhirnya mendapat perhatian yang lebih.
2. Fokus pada kinerja yang baik. Ada daerah yang tidak banyak gembar-gembor, tetapi buktinya terlihat dari kinerjanya. Jika suatu daerah bisa menunjukkan data konkret dan hasil nyata, maka pemerintah pusat akan lebih mudah memberikan dukungan dalam bentuk anggaran atau program khusus.
Saya sendiri lebih menyarankan agar daerah meningkatkan kinerjanya. Saat saya duduk di Komite 4 DPD RI, kami membahas rumusan Dana Alokasi Umum (DAU). Tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan faktor lainnya,,tetapi juga kinerja daerah yang menjadi faktor penting dalam alokasi dana.
Tanya: Jadi, kinerja daerah yang dicapai memang menjadi faktor utama dalam mendapatkan dana pusat?
Jawab: Betul. Bahkan dalam Dana Alokasi Khusus (DAK), pelaksanaannya harus benar. Jika tidak dikelola dengan baik, maka pusat bisa menghentikan alokasi dana untuk daerah tersebut. Saat saya menjabat sebagai bupati, Belitung pernah menjadi pelaksana DAK terbaik nomor 3 se-Indonesia. Itu bukan karena banyak bicara, tetapi karena kinerja kita bagus. Banyak bertanya, banyak jalan mulus diera bapak pimpin, dan ini sudah terbukti. Nah, inilah kita tunjukan bahwa kita harus berkinerja baik.
Contohnya, juga ketika Bupati, saya awalnya merintis jalan Membalong dengan sistem bantuan dari pusat, maka saat kepemimpinan Bupati Sahani Saleh (atau akrab disapa Pak Sanem), program ini bisa dijalankan dengan baik karena ada fondasi yang kuat. Begitu juga dalam bidang lainnya.
Tanya: Apakah ada dana pusat yang belum terserap karena daerah tidak siap?
Jawab: Banyak. Saat saya berbicara dengan Deputi Regional Wilayah Bappenas. Ada banyak dana pusat yang siap disalurkan, tapi kalau daerah tidak siap, maka pusat tidak akan mengirimkan dana tersebut. Akibatnya, anggaran itu mandek dan mengendap di pusat.
Contoh nyata, ada dana untuk pengolahan persampahan yang belum terserap karena daerah tidak siap melaksanakan program tersebut. Jadi, bukan hanya soal pusat memegang dana, tetapi jika daerah tidak memiliki kesiapan dan kinerja yang baik, maka pusat tidak akan menyalurkan anggaran tersebut.
Tanya: Jadi, apa yang harus dilakukan pemerintah daerah?
Jawab: Daerah harus proaktif! Jangan hanya menunggu dana datang dari pusat, tetapi siapkan perencanaan dan kinerja yang baik. Kalau ingin mendapatkan perhatian lebih dari pusat, tunjukkan bahwa daerah siap dan bisa bekerja dengan baik. Dengan begitu, dana pusat bisa disalurkan lebih efektif dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Tanya: Untuk mendukung semua itu, apa yang harus dilakukan?
Jawab: Kuncinya adalah memperkuat aparatur yang profesional dan berani mengambil keputusan yang tepat. Ada beberapa posisi kunci yang sangat menentukan jalannya roda pemerintahan.

Pertama, Sekretaris Daerah (Sekda). Ini adalah motor penggerak birokrasi, yang bertanggung jawab menciptakan sistem pemerintahan yang profesional. Menggerakkan birokrasi itu tidak sama dengan sektor swasta. Saya sendiri dulu berasal dari dunia usaha, dan saya merasakan perbedaannya. Jika bisnis swasta seperti mesin bensin yang cepat panas dan langsung bekerja, maka birokrasi itu lebih seperti mesin diesel—perlu waktu untuk memanaskan mesin, tetapi sekali bergerak harus stabil dan efisien.
Itulah sebabnya, peran Sekda sangat krusial. Sekda adalah dapur daerah, yang harus menjalankan tugas multi-fungsi dengan keputusan yang tepat sasaran.
Berikutnya, kepala dinas juga memegang peranan penting, terutama dinas seperti PU, Bappeda, dan lainnya. Mereka adalah ujung tombak dalam menentukan langkah-langkah strategis yang akan dijalankan oleh Sekda untuk menggerakkan roda pemerintahan.
Dalam hal penentuan pejabat, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) harus diaktifkan kembali. Memang, keputusan akhir adalah prerogatif bupati, tetapi bupati perlu mendengarkan masukan objektif dari Baperjakat. Yang penting, proses ini harus independen, jangan sampai dikendalikan oleh pihak luar.
Selain itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) harus difungsikan dengan baik sebagai sumber data dan referensi dalam mengambil kebijakan terkait track record pejabat yang akan dinilai.
Fungsi wakil bupati juga jangan dimatikan. Jangan melihat wakil sebagai pesaing politik, tetapi sebagai bagian dari tim kepemimpinan. Wakil bupati harus diberikan tanggung jawab dan tugas yang jelas, dengan satu syarat: loyal kepada bupati, bukan kepada partai atau kelompok tertentu.
Tanya: Lalu, bagaimana saran Anda terkait kepemimpinan yang ideal agar mampu melaksanakan berbagai program pembangunan daerah?
Jawab: Seorang pemimpin tidak hanya harus memiliki kemampuan intelektual, tetapi juga leadership yang kuat.
Leadership itu bukan sekadar teori, tetapi harus terlihat di lapangan. Seorang pemimpin harus bisa yakni, Melihat kondisi timnya secara langsung, Menggerakkan tim dengan strategi yang tepat, Memberikan motivasi yang kuat kepada bawahannya, Membina dan mengembangkan potensi pasukan yang ia pimpin.
Sebab itu, tantangan besar bagi setiap pemimpin daerah. Kepemimpinan bukan hanya soal duduk di belakang meja dan mengeluarkan kebijakan, tetapi bagaimana pemimpin benar-benar bisa membawa perubahan nyata bagi daerahnya.
Semoga dengan tulisan dalam bentuk wawancara ini akan menambah wawasan dan dapat menjadi inspirasi bagi pemimpin daerah dalam menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan berorientasi pada kemajuan masyarakat.*


















