MEMBALONG: Dusun Kembiri, sebuah gemerlap kehidupan tradisional yang masih terpelihara dengan kokohnya di tengah modernitas zaman. Pada Kamis, 9 Mei 2024, kembali digelar acara tahunan yang dinanti-nantikan oleh seluruh masyarakat: Yakni, Maras Taun.
Dipandu oleh tema “Lestarikan Adat Istiadat Desa Kite agar tetap terjage sampai anak cucuk kite,” acara ini tidak hanya menjadi momentum berkumpul, tetapi juga upaya nyata dalam menjaga warisan budaya yang kian terkikis oleh arus zaman.
Kehadiran tokoh-tokoh penting dari berbagai lapisan masyarakat seperti Camat/ atau perwakilian dari Kecamatan Membalong, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung diwakili Fithrorozi, hingga Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung Achmad Hamzah, menegaskan betapa pentingnya kesinambungan tradisi bagi keberlangsungan sebuah komunitas.
Turut hadir diacara marastaun, diantaranya Wakil Ketua LAM Belitung Shafwan AR, Sekretaris LAM Belitung Ismail Mihad, Bendahara LAM Belitung Wawan Irwanda, Kades Kembiri, BPD Kembiri, tokoh agama dan tokoh masyarakat, Ketua Lembaga Adat Desa Melayu Desa Kembiri, serta masyarakat Desa Kembiri.
Acara ini diawali berbagai sambutan, dilanjutkan dengan ritual adat yang dipimpin oleh Kik Dukun Kampong Kembiri. Sebelumnya, pesan-pesan penting disampaikan, sebagai wujud penghormatan terhadap tradisi.
“Semoga tahun yang akan datang masyarakat tetap kompak bersatu dan dijauhkan semua penyakit dan marah bahaya serta dimuluskan rezekinya,” ujar Kik Dukun, menandaskan harapannya akan keberkahan bagi seluruh warga.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung, Achmad Hamzah, menekankan pentingnya mempertahankan nilai-nilai luhur yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Kembiri. Salah satunya adalah kegiatan Nirok nanggok, yang menuntut kearifan dalam menjaga alam, sebuah kegiatan yang sangat dinanti saat musim kemarau panjang tiba.
Maras Taun Dusun Kembiri bukan sekadar sebuah acara, melainkan simbol kekayaan budaya yang harus dilestarikan untuk keberlangsungan hidup bersama. Semoga kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang berkumpul, tetapi juga momentum introspeksi untuk menjaga akar-akar kearifan nenek moyang.*