Kepedulian Parmanen

Kata “peduli” itu mudah diucapkan tetapi melaksakannya sulit. Apalagi untuk diparmanenkan. Kesulitannya, karena untuk peduli seseorang harus menyingkirkan sikap egois atau mementingkan diri sendiri, termasuk dalam cakupan lebih luas, mementingkan keluarga (family) atau golongan sendiri.

Peduli itu artinya hirau dan memperhatikan nasib atau keadaan orang lain, lalu ditindak lanjuti dengan tindakan membantu orang tersebut. Lawan dari kata peduli adalah lalai dan acuh. Untuk memiliki sikap peduli (kepedulian) diperlukan berfungsinya: pendengaran, penglihatan dan hati. Itu adalah standar untuk dapat dipandang sebagai manusia sejati. Sesuai Firman Allah, dalam surah Al A’raf: 179, yang artinya:

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Manusia yang tidak memiliki sikap peduli dapat dipandang lebih rendah daripada binatang ternak. Binatang ternak egois juga. Misalnya ayam kampung yang punya anak, kalau diberi makan egoisnya kelihatan, ayam lain tidak boleh mendekat, dilabraknya. Namun, (lebih baiknya binatang ternak itu) tidak serakah.

Pada bulan ramadhan yang penuh hikmah, orang-orang bersikap peduli cukup banyak. Terlebih lagi menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Berbagai media memberitakan seseorang atau kelompok orang membagikan bahan sembako (sembilan bahan pokok), baju, sarung, kopiah dan lain-lain. Sasarannya anak yatim, orang miskin, atau orang terlantar yang umumnya dikelola oleh yayasan atau panti asuhan.
Kepedulian tersebut tentu patut diapresiasi. Namun tidak cukup, atau tidak boleh berhenti hanya pada momen-momen tersebut saja. Selama kita tidak ingin disebut sebagai orang yang lalai atau disetarakan dengan binatang ternak, kepedulian yang dimiliki harus berkelanjutan, dengan kata lain diparmanenkan. Banyak hal yang terus menerus menuntut kepedulian kita sesama warga masyarakat.

Sikap peduli dari sesama warga masyarakat adalah akhlakul karimah, akhlak yang terpuji, disisi Allah akan mendapatkan ganjaran yang tinggi. Kepedulian itu merupakan salah satu karakter utama seorang pemimpin yang baik. Bagi pemimpin, sikap peduli itu merupakan kewajiban utamanya, yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Sikap peduli seorang pemimpin merupakan salah satu karakter seorang pemimpin yang merakyat. Karena itu sikap peduli itu harus kita miliki, perlu salalu kita asah, sehingga menjadi kepedulian yang parmanen. *Penulis Arham Armuza/Pensiunan seorang birokrat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 komentar

  1. I don’t even know the way I stopped up right here, but I assumed this publish was once good. I don’t recognise who you are however certainly you are going to a famous blogger if you aren’t already 😉 Cheers!