Klarifikasi Soal Laporan LSM Fakta, Evi Nardi Sebut Itu Tidak Ada yang Melanggar Aturan

MANGGAR: Mantan Pengurus Koni Kabupaten Beltim Evi Nardi sampaikan sangahan dan klarifikasi atas pernyataan LSM Fakta terkait rangkap jabatan yang dianggap langgar aturan perundang-undangan yang berlaku maupun penerimaan tunjangan yang diberikan kepada pengurus Koni Beltim.

“Pada intinya, tidak ada masalah, dan tidak melanggar aturan,” katanya Evi Nardi, pengurus KONI Beltim ketika itu, saat menghubungi trawangnews.com pada hari ini, Sabtu 25 Juni 2022.

Menurut Evi, Untuk pejabat struktural yang menjadi pengurus Koni Provinsi maupun Kabupaten/Kota seluruh Indonesia tidak masalah asalkan Pejabat Struktural tersebut itu bukan menjadi Ketua Umum Koni Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

“Adapun untuk penggunaan dana hibah koni dari tahun 2017-2021 adalah berdasarkan usulan yang disampaikan melalui proses dan tahapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu dan sudah sesuai dengan mekanisme pengganggarannya karena usulan tersebut disampaikan ke Bupati dan dilakukan verifikasi teknis oleh Dinas Teknis terkait, serta untuk masalah tunjangan insentif setiap bulan perlu saya jelaskan bahwa selama menjadi pengurus Koni masa jabatan 2017-2021 saya tidak pernah menerima tunjangan pengurus koni,” katanya

Evi Nardi menambahkan bahwa pada saat kepengurusan Koni 2017-2021 juga banyak pejabat struktural yang menjadi pengurus koni beltim karena memang tidak melanggar aturan dan sesuai ketentuan dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional serta AD/ART Koni.

“Jadi tidak ada masalah dan tidak melanggar undang-undang, ” katanya.

Seperti diketahui, Ketua LSM Fakta Ade Kelana bertandang di Kantor Kajari Belitung Timur baru-baru ini dan melaporkan segembok berkas laporan dugaan TIPIKOR ( tindak pidana korupsi) yang diduga yang dilakukan oleh yang berinisial e.n yang saat itu semasa menjabat sebagai Wakil 1 Koni Kabupaten Belitung Timur masa bakti tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 dan yang bersangkutan saat itu juga menjabat salah satu kepala dinas instansi di Belitung Timur.
Saat berada di Kajari, LSM Fakta ini diterima langsung dari pihak kejari Beltim dan menerima berkas dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Menurut Ade Kelana, pihaknya menyoroti bahwa ketika yang bersangkutan dianggap merangkap dua jabatan yang satu di koni Beltim dan yang satu lagi menjadi kepala dinas di instansi terkait. Tapi, yang bersangkutan mengambil tunjangan jabatan ataupun mengambil dana SPPD yang berasal dari dana Koni Beltim.

“Menurut hemat kami, yang bersangkutan dianggap mempunyai jabatan rangkap sebagaimana diatur dalam pp .no 16 tahun 2007 bahwa pejabat eselon 2 struktural tidak boleh menduduki jabatan ditubuh koni,” katanya.

Sebab itu, kata Ade Kelana, LSM Fakta membuat laporan ke Kejari Beltim agar dapat ditindaklanjutinya. “Kita minta action/tindakan selanjutnya dari Kajari Beltim,” katanya.

Sementara itu, dikonfirmasi kamarudin alias toyo yang masih menjabat sebagai ketua koni masa bakti 2021 -2025 dikantornya membenarkan hal itu.

“Saya periksa berkas- yang lama ternyata benar yang bersangkutan sempat menjadi pengurus Koni Beltim dan paling banyak menggunakan dana koni dalam hal sppd. Saya heran sekali bahwa yang bersangkutan sebagai kepala dinasnya banyak biaya perjalanan dinas dengan menggunakan dana koni. Padahal jelas aturan Pejabat eselon 2 tidak boleh duduk dan punya jabatan ditubuh koni terkecuali sebagai anggota biasa. Itu sudah jelas diatur di pp no 16 thun 2007,” katanya.

Memang saja, kata Kamarudin, pada kepengurusan koni masa bakti 2017-2021 mempunyai anggaran sangat besar dan setelah dilakukan pengecekan NPHD tahun 2018 sebesar Rp 10 milyar , tahun 2019 dan Rp 6 milyar , Tahun 2020 sebesar Rp .5.950 milyar.

“Kita juga minta disikapi, dan jangan sampai ada pandang bulu,” katanya.*