MEMBALONG: Suara keputusasaan terdengar gemuruh di kawasan jalan Batu Lubang, Desa Pandang Kandis, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, saat media ini mengunjungi Matdin, ahli waris dari almarhum Mat Jasan bin Faseh. Dengan pandangan lesu, Matdin membagikan kisah pahit getirnya tentang perjuangannya mempertahankan tanah warisannya yang dirampas oleh oknum tak bertanggungjawab.
Dengan suara gemetar, Matdin menyampaikan keluhannya terhadap pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang belum memberikan bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. “Kenapa sampai hari ini BPN tidak mau menolong kami? Tanah kami telah dirampas oleh oknum tak bertanggung jawab yang memalsukan data sertifikat,” keluhnya sambil menghisap sebatang rokok dan sambil menatap ke atas, kepada siapalagi yang mengadukan persoalan ini.
Sebagai seorang nelayan tradisional, Matdin merasa beban hidup semakin berat. Hasil tangkapannya tak cukup untuk menopang kehidupan sehari-hari, bahkan harus dibagi dengan anaknya yang juga bekerja sebagai pekerja serabutan guna menopang kehidupan sehari-hari. “Berat rasanya hidup, mencari sesuap nasi, apalagi kehidupan di Belitung ini sangat susah. Dari hasil tangkapannya, tak cukup. Itu pun dibantu anaknya yang juga sebagai pekerja serabutan, yang bisa bertahan hanya untuk makan senin kamis,” katanya.”
Di sisi lain, adiknya, Mayani, juga mengalami penderitaan yang sama. Meskipun telah berjuang untuk menyelesaikan konflik tanah tersebut, belum ada titik terang yang muncul.
Mayani, yang hidup sebagai seorang Janda, yang tak punya penghasilan sama sekali dan hanya menumpang hidup dengan anaknya yang bekerja sebagai buruh harian, menyampaikan keputusasaannya atas lambannya penyelesaian konflik. Bahkan hingga suaminya meninggal, masalah ini tetap belum terselesaikan.
“Saya pun numpang hidup dengan anak saya, seorang anak buruh harian. Makan pun hanya seadanya. Ini karena saya tidak bekerja dan sakit-sakitan,”keluhnya sambil berusaha menahan tangis.
Keduanya berharap agar pihak BPN dapat tergerak hati untuk membantu mereka, orang-orang kecil yang terpinggirkan dalam konflik tanah ini. Meskipun telah melalui serangkaian proses negosiasi, dari tingkat desa hingga kecamatan, bahkan dengan mediasi dari pihak BPN, namun masih belum ada kepastian yang diperoleh.
Konflik tanah di Labun Bilik, Tanjung Batu Lubang, Desa Padang Kandis, Kecamatan Membalong, telah menghadirkan penderitaan bagi ahli waris almarhum Mat Jasan bin Paseh. Dengan lahan seluas kurang lebih 5,2 hektar, mereka terus berjuang untuk mendapatkan keadilan yang mereka yakini sebagai hak mereka.
“Kita mohon empati dari BPN Belitung untuk dapat menyelesaikannya dengan tuntas, yang sudah beberapa tahun lalu yang tak pernah tuntas,” katanya.”

KRONOLOGISNYA
Seperti diketahui, Konflik tanah di Labun Bilik, Tanjung Batu Lubang, Desa Padang Kandis, Kecamatan Membalong, (dulunya sebelum pemekaran wilayah, sesuai surat segel, kawasan ini masuk di wilayah Kelurahan Membalong, Kecamatan Membalong) dengan kepemilikan Ahli waris almarhum Matjasan Bin Paseh, seluas kurang lebih 5, 2 Hektar belum adanya titik terang dalam penyelesaiannya.
Ahli waris almarhum Matjasan Bin Paseh, Matdin dan Mayani mengakui telah menjual lahan kurang lebih 5, 2103 Hektar kepada Edy Supandi, warga Kelurahan Parit, Kecamatan Tanjungpandan. Ahli waris almarhum Matjasan Bin Paseh, Matdin dan Mayani ini menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menjual kepada orang lain, namun hanya kepada Edy Supandi saja.
Bahkan ahli waris Matdin dan Mayani, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah dinyatakan secara hukum dan sekaligus secara syah dari pengadilan sebagai ahli waris (sk pengadilan) kepemilikan tanah almarhum Matjasan Bin Paseh. Dengan dasar tersebut, Ahli waris almarhum Matjasan Bin Paseh, Matdin dan Mayani menyatakan bahwa tanah tersebut sudah dijual dan menjadi hak milik Edy Supandi. Sayangnya, ketika Edy Supandi ingin meningkatkan statusnya surat lahan tersebut, namun sudah terbit sertifikat SGHB sebuah perusahaan.
Akibat itu, Edy Supandi mempertanyakan hal tersebut ke BPN namun ditolak dengan alasan sudah terbit SHGB perusahaan.
Ahli waris almarhum Matjasan Bin Paseh dan Edy Supandi, warga Kelurahan Parit, Kecamatan Tanjungpandan, bersikeras untuk mengajukan dialog kembali ke sejumlah pihak guna menemukan solusi atas tanah tersebut.
Kepada media, Edy Supandi mengungkapkan bahwa meskipun telah dilakukan mediasi beberapa kali, namun penyelesaian masih belum tercapai. Bahkan, dalam pertemuan terakhir di Kecamatan Membalong, hasil mediasi menyarankan agar penyelesaian diselesaikan secara kekeluargaan dengan PT BRI. Namun, tanggapan dari pihak PT BRI menunjukkan bahwa tanggung jawab tersebut seharusnya menjadi kewajiban PT GFI.
Namun, PT GFI dalam keterangan tertulisnya disampaikan ke pihak kecamatan Membalong beberapa waktu yang lalu, tidak dapat menghadiri pertemuan mediasi di kantor camat, dengan alasan bahwa tanah tersebut telah disertifikatkan oleh BPN dan kepemilikannya dijualbelikan kepada PT BRI.
“Pihak perusahaan PT GFI hanya sampaikan surat bernomor 002/GFI/IX/2020, tertanggal 20 September 2020, perihal mediasi tanah di desa Padang Kandis kepada Camat Membalong. Dalam surat tersebut menyatakan bahwa” tanah tersebut seluruhnya telah disertifikatkan oleh BPN dan sudah bukan milik kami. Sehingga kami tidak berkompeten untuk menghadiri acara tersebut,”itu seperti bunyi dalam surat dari PT GFI tersebut disampaikan ke camat Membalong.Kondisi ini semakin memperumit penyelesaian masalah, dengan kedua belah pihak saling melemparkan tanggung jawab.
Edy Supandi menegaskan pentingnya dialog menyeluruh dengan semua pihak terkait guna mencari solusi yang adil. Dengan kebingungan mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas lahan tersebut, Edy meminta agar semua pihak terlibat dipanggil untuk mencari penyelesaian secara menyeluruh.
Mediasi BPN
Tak dapat diselesaikan lewat kekeluargaan baik kecamatan maupun desa, maka disampaikan permohonan Pengaduan Sdri. Mayani dan Sdr. Matdin melalui kuasa hukumnya Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Rekan Para Advokat pada Kantor Hukum IHZA & IHZA LAW FIRM SCBD kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan nomor surat 170/BPN.MBLG/1&I/SCBD-BO/VIII/22 : tanggal 3 Agustus 2022 dan 247/BPN.MBLG/1&I/SCBD-BO/X/22 tanggal 13 Oktober 2022,
Adapun Mayani dan Matdin melakukan pengaduan tersebut karena tanggung jawabnya atas tanah kepemilikannya sebagian tanah tersebut yang tidak pernah dijual kepada siapa pun kecuali kepada Pak Edy Supandi
Akibat dari pengaduan tersebut, maka terjadilah mediasi oleh BPN Kabupaten Belitung atas dasar Pengaduan tersebut.
Pada tanggal 10 agustus 2023, merupakan mediasi pertama, Ahli waris dari Bapak Mat Jasan bin Paseh yaitu Matdin dan Mayani serta Edy Supandi diundang ke BPN Kabupaten Belitung. Hadir acara tersebut Staf dari Wakil Kementerian ATR/Kepala BPN jakarta, Kuasa Hukum kami. Sedangkan dari Direktur PT BRI dan Direktur PT GFI tidak hadir. Namun belum didapatkan Hasil pertemuan mediasi pertama ini.
Undangan mediasi yang kedua adalah, pada tanggal 7 September 2023, Ahli waris dari Bapak Mat Jasan bin Paseh yaitu Matdin dan Mayani serta Edy Supandi, hadir lagi. Sedangkan dari Direktur PT BRI dan Direktur PT GFI tidak hadir. Namun mediasi kedua ini juga tidak ada hasil pertemuan.
Selanjutnya, lagi-lagi di Mediasi ketiga, Pada Tanggal 27 Oktober 2023, BPN Belitung mengundang kembali pihak terkait. Dalam pertemuan itu, hadir Ahli waris dari Bapak Mat Jasan bin Paseh yaitu Matdin dan Mayani serta Edy Supandi. Sedangkan dari Direktur PT BRI dan Direktur PT GFI tidak hadir. Namun tidak ada keputusan dari hasil pertemuan tersebut.
Sayangnya, hingga dari tanggal 27 oktober 2023 hingga sampai saat ini belum dan bila hal ini tidak tuntas akan mengadukan masalah ini kepada PRESIDEN RI agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
Meski demikian sempat dipertanyakam ke BPN terkait hasil mediasi, namun kata pihak BPN masih dalam proses dibahas. “Belum pak, masih akan dibahas lebih lanjut dengan pak kakan ” kata Edy menirukan ucapan pihak BPN Belitung melalui kasi bagian sengketa, lewat via Whatapps Messengger.*