Home / Bangka Belitung / PERPISAHAN KARENA IMAN
1591831415258

PERPISAHAN KARENA IMAN

Bagikan :

Wal awwalu wal akhiru— yang awal dan yang akhir, kira² maknanya demikian. Keadilan sang pencipta menjadikan siang dan malam, pasang dan surut, silih berganti pada waktunya. Itulah maknawi kehidupan yang hakiki pada manusia dan segenap alam raya ini. Kata bijaknya setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan—

Perpisahan adalah waktu terpendek dari pertemuan. Perpisahan kadang menyisakan.kesedihan dan luka pada seseorang. Ada orang berpisah karena ketidak-cocokan, ada orang berpisah karena perbedaan, ada orang berpisah karena jarak dan ruang.

Tetapi sangat berbeda dengan seorang sahabat Nabiullah berparas ganteng dan hidup dalam kemewahan harta dan tahta. Mush’ab bin Umair, anak seorang kaya di kota Makkah—ibunya seorang saudagar  namun memeluk agama Nasrani. Mush’ab bin Umair di didik dengan kemewahan yang berlimpah. Semua kebutuhannya selalu dipenuhi oleh orang tuanya. Disetiap pertemuan Mush’ab bin Umair selalu menjadi sorotan karena penampilannya yang mewah dengan aroma yang mewangi.

Suatu ketika ia selalu mendengar kabar tentang sosok Rasulullah yang mulia—hingga kabar pun tiba ditelingan Mush’ab bin Umair bahwa Rasulullah berserta sahabat yang lain akan hijrah ke Habsyi (Ethopia), Mush’ab bin Umair pun tertarik untuk hijrah untuk.lebih mendengar langsung Rasulullah membacakan ayat² suci Al Qur’an.

Mendengar Mush’ab bin Umair akan pergi hijrah—maka ibunya pun marah dan mengurung Mush’ab bin Umair. Tetapi Mush’ab bin Umair pun tak kehabisan akal untuk keluar dari kurungan ibunya dengan penjagaan ketat dari beberapa algojonya.

Alhasil Mush’ab bin Umair bisa keluar dari kurungan sang ibu. Hingga disuatu ketika diperjalanan Rasulullah sempat berkumpul dengan para sahabat—dan Mush’ab bin Umair, begitu kagum mendengar bacaan dari Rasulullah. Dan dari situlah Mush’ab bin Umair menanamkan keimanannya atas Allah SWT.

Dari waktu ke waktu, kehidupan Mush’ab bin Umair semakin menyedihkan—bajunya.yang penuh tambalan, lusuh dan kasar. Kadang makan kadang tidak—sangat jauh berbeda dengan kehidupannya di masa lalu—saat itu berlimpah kemewahan. Rasulullah pun menitikkan air mata saat mendapati Mush’ab bin Umair berdoa dengan linangan air mata.

Dan tanpa disadari ibunya mendapati berdoa, lalu sang ibu dengan amarah yang tak tertahankan mencoba menampar wajah Mush’ab bin Umair,….tetapi tangan sang ibu pun terkulai terjatuh mendengar suara Rasulullah.

Dan suara hardik pun sang ibu mengusir anaknya—silahkan pergi dan kamu bukan lagi anakku. Mush’ab bin Umair pun berusaha memeluk ibunya, dan berkata ibu…aku anakmu, aku beriman kepada Allah….aku tidak.mungkin beriman kepada berhala² itu ibu…namun ibunya tetap marah.

Lalu Mush’ab bin Umair pun dengan baju.yang lusuh….meninggalkan ibunya, dan berkata ibu–selamat tinggal ibu. Dengan derai airmata, Mush’ab bin Umair–melangkah, dan sang ibu.pun berurai air mata melihat anaknya pergi.

Rasulullah begitu kagum dengan sosok Mush’ab bin Umair, dengan kerendahan hati, ketulusan, karena iman yang teguh, memilih terpisah dari ibunya. Hingga suatu ketika disujud terakhirnya ia berdoa “Ya Allah, ketika suatu saat nanti, aku jangan engkau masukkan aku dalam.surgamu….sebelum ibuku ada didalamnya”….sekujur wajahnya penuh dengan airmata….

Mush’ab—ucap Rasulullah,..engkau telah membuatku iri dengan doamu….

Cinta kadang membuat kita terpisah karena iman—-dan Mush’ab bin Umair telah memberikan muhasabh bagi kita semua dalam menyelami makna² kehidupan ini.

# CatatanMalam
Dari sejarah kita mengenal.