Namanya Umar, memiliki tubuh yang mungil, kurus, tetapi kulit yang bersih. Umar adalah seorang anak konglomerat—ayahnya seorang milyarder ternama. Umar dititipkan disatu sekolah ileh orangtuanya—karena sang ayah dan ibunya seorang pebisnis, hampir tak ada waktu bagi kedua orangtuanya untuk mengurus Umar.
Berkali² ada acara disekolah umar, sayang hanya orangtua umar yang tak pernah hadir. Hari terus berganti—waktu demi waktu berlalu. Hingga suatu saat disekolah umar akan digelar satu atraksi dari masing² murid disekolah itu. Dan pihak sekolah berharap orang tuz hadir melihat pementasan anak²nya.
Surat sekolahpun sampai dirumah umar. Maka sang ibu meminta sang ayah untuk menghadiri atraksi disekolah umar. Tapi ayah umar tetap menolak untuk hadir,…ibunya umar terus membujuk suaminya untuk hadir menyaksikan anaknya tampil. Tapi sang ayah dengan tegas bilang aku sibuk bu,…besok aku ada meeting dengan klien dan itu sangat penting. Lalu umar punya kemampuan apa untuk tampil?, ketus sang ayah…tapi sang ibu terus merengek meminta suaminya hadir walau hanya sedetik saja…
Waktu pun tiba, hole sekolah mulai padat dipenuhi undangan dan orangtua siswa, ayah umar tak tampak disemua sudut ruangan. Umar pun menarik napas panjang…dalam hatinya mungkin ayah lagi dibuk sehingga tak bisa hadir.
Satu persatu siswa menampilkan kebolehannya, mulai dari main piano, drum, tari ballet, semua mendapat tepuk tangan yang meriah. Dan tibalah saatnya nama Umar dipanggil keatas panggung—dan dari kejauhan sang ayah dengan setelan jas dan dasi memasuki ruangan dan duduk paling belakang. Sang ayah lalu bertanya dalam hati, kemampuan apa yang dimiliki umar hingga memaksaku untuk hadir ditempat ini.
Naiklah Umar dengan langkah pelan diatas panggung, sebelum ia memulai umar meminta ijin kepada panitia agar meminta ustad yang mengajarinya ngaji untuk naik di panggung. Naiklah sang ustad dipanggung,….lalu Umar berkata, ustad…tolong luruskan kalau hafalan Qur’anku keliru….
Sesaat kemudian Umar memulainya membaca Al Qur’an, suaranya syahdu….seisi ruangan menjadi hening, tunduk bahkan sebagian menangis mendengar suara merdu dari Umar. Hingga umar menyelesaikan bacaannya dengan sempurna. Lalu sang ustad bertanya kepada umar. Umar, kenapa engkau memilih menghafal Al Qur’an? kenapa tidak memilih keahlian yang lain sebagaimana teman²mu?..Umar pun menjawab dengan tenang,….ustad, orangtuaku begitu sibuk mungkin karena untuk membahagiakan aku dengan materi dan harta, segala kebutuhanku orangtuaku penuhi..Dan itu aku tak mungkin bisa membalasnya kepada orangtuaku…
Kenapa aku memilih menghafal Al Qur’an, karena aku pernah mendengar dari ustad, sesungguhnya anak penghafal qur’an, diakhirat nanti dia akan memberikan mahkota di syurga. Karena itu ustad, aku ingin membalas kebaikan orangtuaku dengan memasangkan mahkota kelak disyurga.
Mendengar ucapan itu, sang ayah yang tadinya ragu dengan apa yang akan ditampilkan umar, seakan kakinya berlari kencang memeluk umar. Sang ayah pun terisak tangis memeluk umar. Lalu sang ayah berkata, terima kasih anakku, ayah sadar bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan kelak diakhirat.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Aamiin.
# CatatanDipenghujung_Malam