Puluhan Kepala Desa Bangka Belitung Temui Kementerian Kehutanan: Dorong Regulasi Sawit Berkeadilan

Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk mencari titik temu antara kebijakan penertiban sawit dan keberlangsungan ekonomi masyarakat, sehingga penataan kawasan hutan dapat berjalan adil tanpa mengorbankan mata pencaharian rakyat

JAKARTA, 13 Agustus 2025 – Isu penertiban kebun sawit di kawasan hutan kembali mengemuka. Sebanyak 46 kepala desa dari seluruh kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), mendatangi Kementerian Kehutanan untuk bertemu langsung dengan Dirjen Planologi Kehutanan, Doni Sri Putra, S.Hut., M.E.

Pertemuan yang dipimpin Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, S.H., M.H., juga dihadiri Ketua Komisi II dan III DPRD. Agenda dibuka dengan penyampaian keresahan para kepala desa terhadap penertiban kebun sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan.

Ketua DPD APDESI mengungkapkan, sempat ada potensi aksi demonstrasi besar-besaran di daerah akibat penertiban ini. Namun, langkah cepat APDESI untuk beraudiensi dengan DPRD dan pemerintah pusat berhasil meredam situasi. “Kami mendata kebun sawit yang tidak sengaja masuk kawasan hutan untuk dibawa ke pusat sebagai bahan kebijakan,” ujarnya.

Keluhan dari Lapangan

Plt. Ketua DPC APDESI Belitung, Yahya, S.E., menilai regulasi yang bersifat mengikat justru berpotensi merugikan masyarakat jika tidak dibarengi sosialisasi yang tepat. “Kepala desa sering tidak dilibatkan dalam pemetaan batas kawasan hutan, sehingga warga tidak tahu batas resmi. Pergeseran peta membuat masyarakat resah dan takut berurusan dengan hukum,” jelasnya.

Sekretaris DPC APDESI Bangka Barat, Mexsi Diansah, menyoroti persoalan sertifikat lahan yang terbit sebelum aturan baru, yang kini terhambat penggunaannya. Kepala Desa Astiar dari Bangka Tengah mengeluhkan minimnya pemahaman warga terkait Perpres Nomor 5 Tahun 2025.

Dari Bangka Selatan, Ketua DPC APDESI Muhklis Insan mengingatkan bahwa sebagian besar desa di wilayahnya menggantungkan ekonomi pada sawit yang telah dikelola turun-temurun sejak era kolonial. “Kami tidak menolak Perpres, tapi pemasangan plang Satgas PKH membuat masyarakat khawatir,” tegasnya.

AddText 08 13 08.11.10

Perwakilan DPC Belitung Timur, Wasni, mengeluhkan perubahan status lahan dari HPL menjadi HP yang menghambat pembangunan infrastruktur. Sementara Tarmizi dari Bangka menyebut kebun rakyat terancam oleh penertiban di kawasan yang kini dikuasai perusahaan.

Dorongan DPRD dan Tindak Lanjut Pemerintah

Ketua Komisi II DPRD, Taufik Rinzani, meminta regulasi penertiban sawit dapat diturunkan ke daerah agar implementasinya humanis. “Pasca-timah, perkebunan adalah tumpuan ekonomi. Masyarakat harus bisa berkebun dengan tenang,” ujarnya.

Plt. Kepala Dinas Kehutanan Bangka Belitung, Bambang Trisula, menjelaskan bahwa pihaknya telah mendata 16.800 hektar kebun sawit di kawasan hutan selama tiga tahun terakhir melalui UU Cipta Kerja. Ia menambahkan, kepala desa diberi waktu 14 hari untuk mendata kebun di bawah 5 hektar sebagai bahan kebijakan pusat.

Dirjen Planologi Kehutanan, Doni Sri Putra, menyebut 40% wilayah Bangka Belitung masih berstatus kawasan hutan. Ia menegaskan pentingnya keseimbangan ekosistem sambil memberikan akses kelola melalui perhutanan sosial bagi lahan yang belum 20 tahun digarap. “Penyelesaian sawit di kawasan hutan melibatkan lintas kementerian. Kami tidak bisa melakukannya sendiri,” tegasnya.

Dasar Regulasi

PPerpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan
UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 6–11)
Permen LHK P.18/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2018 tentang Peta Batas Kawasan Hutan

Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk mencari titik temu antara kebijakan penertiban sawit dan keberlangsungan ekonomi masyarakat, sehingga penataan kawasan hutan dapat berjalan adil tanpa mengorbankan mata pencaharian rakyat.*